Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

02 July 2011

Coretan Malam

saat bulan sedikit mengintip malu dari balik pekatnya awan malam, menebar senyum dengan sedikit tersipu malu-malu. dan iring-iringan bintang selayaknya sedang berkampanye kemenangan. saat itulah cerita malam sedikit mampu memaksakan bibir untuk menggurat senyum, dan sedikit menepis sepi seperti cerita malam yang sudah-sudah. namun dalam dimensi yang sama, malam tetaplah ia yang setia dengan keheningan, kesunyian, dan paling setia dengannya adalah gelap.

dari sana lah malam mulai banyak bercerita, menjadi saat-saat penentu menuju esok, mencekam, indah, sunyi yang menyimpan rindu, dan sepi yang menanti mimpi. hembusan angin yang menjadi bumbu-bumbu mesra bagi sebagian mereka yang sedang memadu kasih, dan akan sangat mencekam penuh siksaan bertubi bagi sebagian yang merasa sendiri. selalu banyak kisah yang terinspirisi kesunyian malam.

saat mata menatap pada peraduan jauh masa lalu, menyusuri setiap dinding tembok pembatas masing-masing kisah. tanpa melewati satu celah pun dalam raba pandangan hingga terbuai dalam lamunan dan terkunci pada ruang perenungan. saat malam lah hal itu sering kali menggoreskan pada bayang awan yang pekat. menuliskan dengan bait syahdu pada dinding langit, lalu membingkainya bahwa ada hal yang pantas disapa dengan gumam keindahan, yach...'kenangan'.

siapa yang tak mengenal kata itu, yang mungkin sudah lebih dulu ada sebelum nenek moyang kita. kata yang sering kali memiliki kekuatan begitu dahsyat, namun juga tak jarang menjadi aib yang menyayat penuh tikaman perih.

setidaknya demikian akalku menangkap atas perbincangan merpati pada saat senja, dan bisikan gagak kala gelap mengurung mentari. mereka sering kali berbagi tentang kisah, mencerita tentang makna. namun selalu ada satu hal yang menjadikan itu semua tak selalu indah dalam kenistaan. yakni 'kenangan'. dan saat ini, saat dalam sudut semesta bersenandung serak pengaduan sekaligus seruan dengan imbalan kenikmatan. dawai embun mulai terasa setiap tetes yang mengalir mesra. saat angin sedang menggagahi fajar dengan dinginnya, dan mentari yang masih bersembunyi dibalik bukit. mata sayup itu, justru terus dipaksa dan dipaksa, tanpa pejaman, dilarang letih apalagi sampai menutup menuju peraduan istirahat. sungguh....

dengan compang-campingnya kanvas hidup dalam perjalanan, langkahpun terurai lunglai. berharap besar sanggup menyapa sang surya datang dengan pakaian lengkap panasnya. membangga seolah merindu lama tak bercumbu, lalu apakah mentari kini akan bangga muncul???saat gelap menjajaki malam, memberikan kesempatan pada bintang-bintang untuk bersorak menang, dan sedikit ruang untuk sang rembulan dengan cahaya yang mendominasi. rasanya tak mungkin mentari hadir sekarang, terkecuali dalam dimensi waktu yang lain.

selayaknya insan yang merindu, sepantasnya bocah yang berkeinginan, dan sepatutnya sayap yang teruntuk terbang. andai saja kunang-kunang itu hadir dengan binar jingganya, mendekapku dalam dekapan kesederhanaan. sayangnya, itu semua terhenti hanya dalam pengandaian, hadir hanya sebatas dalam mimpi-mimpi tanpa tertidur. karena bintang begitu ingin menguasai seluruh sudut langit, dan rembulan begitu menginginkan pancaran yang sempurna. karena keduanya kunang-kunang mati tersudut tanpa berbinar, untuk turut andil menghiasi malam hingga fajar.

2 comments:

  1. semoga malam akan terus menjadi inspirasimu, dalam rajutan abjadmu sebelum menjadi alenia-alenia makna arti.

    ReplyDelete
  2. semoga demikian kebenarannya, semoga selalu ada hal yang memaksa jemariku menggoreskan tinta pada lembaran-lembaran makna.

    ReplyDelete