CERPEN
oleh: Ghomy
sore itu langit begitu mencekam dengan mendungnya. nampak burung-burung mematung diam dalam sangkar didahan-dahan pohon yang mulai mengering. orang-orang mulai disibukan dengan lalu lalang persiapan berteduh. dan aku masih asyik menikmati wedang ronde ditempat pak yatim warung pojokan gang melati. tepat sebelah kos-kosan dimana aku biasa terbaring beristirahat. berlahan yang memastikan, rintikan air mulai terdengar diatas atap warung pak yatim yang kebetulan dari seng. begitu nyaring dan membuat suasana semakin asyik.
oleh: Ghomy
sore itu langit begitu mencekam dengan mendungnya. nampak burung-burung mematung diam dalam sangkar didahan-dahan pohon yang mulai mengering. orang-orang mulai disibukan dengan lalu lalang persiapan berteduh. dan aku masih asyik menikmati wedang ronde ditempat pak yatim warung pojokan gang melati. tepat sebelah kos-kosan dimana aku biasa terbaring beristirahat. berlahan yang memastikan, rintikan air mulai terdengar diatas atap warung pak yatim yang kebetulan dari seng. begitu nyaring dan membuat suasana semakin asyik.
saat detik mulai menunjuk waktu, bergulir menyudutkan arah jarum pada pukul setengah lima sore. aku mendongak dan berbalik menatap keluar. hujan begitu deras ternyata. sore yang tak ku nikmati kehadiran merahnya mega senja. berlahan ku hisap sebatang rokok lalu mengepulkan asap keudara. mengumpul sejenak kemudian berlahan buyar mengikuti terpaan angin. begitu terus berulang kali aku lakukan. serasa tidak berkeinginan beranjak dari duduk, untuk terus menikmati rintik hujan dan berbagi cerita dengan pak yatim. aku pun lupa akan jam sore itu.
Namun aku tetaplah aku yang menjalani hidup penuh dengan peraturan. selayaknya saat itu, keasyikanku terusik oleh dering hp dikantong. 'mas sekarang jaga to'. begitu bunyi pesan singkat yang tertera dilayar hp. serentak kaget, segera aku beranjak dan memanggil pak yatim. 'pak mpun pak, mangke nggeh pak' aku berucap sambil berdiri lalu berlari kearah kos. tidak aku hiraukan jawaban pak yatim, juga sudah menjadi kebiasaanku jajan dulu disana dan membayarnya nanti. kebiasaanku saat kekeringan melanda dompet.
Namun aku tetaplah aku yang menjalani hidup penuh dengan peraturan. selayaknya saat itu, keasyikanku terusik oleh dering hp dikantong. 'mas sekarang jaga to'. begitu bunyi pesan singkat yang tertera dilayar hp. serentak kaget, segera aku beranjak dan memanggil pak yatim. 'pak mpun pak, mangke nggeh pak' aku berucap sambil berdiri lalu berlari kearah kos. tidak aku hiraukan jawaban pak yatim, juga sudah menjadi kebiasaanku jajan dulu disana dan membayarnya nanti. kebiasaanku saat kekeringan melanda dompet.
'iya mba, ne lagi berangkat. tapi agak telat mba' sekenanya aku mengetik balasan. mesagge sent, lalu aku masukan kembali dalam kantong sambil mengeluarkan jagoan putihku. suci, namanya. yang selalu setia menemaniku kemanapun. motor vespa butut berwarna putih yang merupakan hadiah ayahku saat aku masuk kuliah. dengannya lah aku berbagi cerita saat aku benar-benar merasa galau.
Karena aku sungguh merasa sekitarku begitu munafik jika hanya sekedar untuk berbagi resah denganku. selain itu juga aku percaya setiap masing-masing orang sekitarku memiliki keresahan yang mungkin jauh lebih tinggi stadiumnya dibanding resahku. suci, yang kerap kali menjadi bulan-bulananku mengeluh atas resah, dan tidak jarang juga ku ungkapkan resahku dalam kebisuan tulisan.
seperti saat ini, aku benar-benar sedang merasa resah, resah akan keadaan yang seolah mengikatku lalu mencambuk. sakit, perih, begitu terasa sesak didada. sepanjang perjalanan hanya tercipta kebisuan, bungkam tanpa kata apapun. lampu-lampu jalan mulai menyala satu persatu, jalanan mulai menelan suci dari kemewahan kendaraan berbagai model. 'tenang saja suci, mereka hanya para munafik yang bersembunyi dibalik kaca mobil, kamu tetap yang terbaik'. gumamku mencoba menghibur diri.
desah dalam helaan nafas, membaur mesra dengan dinginnya angin. langitpun mulai nampak kembali mendung. dan kini aku kembali diduniaku yang abstract, duduk menghadap monitor, dan siap untuk disuruh-suruh. kadang ingin berontak lalu membentak. 'siapa kamu nyuruh-nyuruh aku'. namun itu hanya menjadi keinginan yang tertinggal dalam benak. karena perbedaan setatus kelas. pekerja dan pemilik pekerjaan. yach...begitu keadaan yang harus terus aku telan, meskipun pahit aku tak boleh untuk tidak menurut. serasa tertera jelas diantara langit-langit akal, 'pekerja dilarang duduk bersanding dengan tuannya'. aku benci, aku geram dengan keadaan seperti ini. namun lagi-lagi keadaan mengajariku untuk bertahan.
serasa tempat dudukku sudah mulai tidak nyaman, panas. mata pun mulai sayup menahan lelah. namun detak jarum detik baru saja menunjuk pukul 8 malam. itu berarti aku harus mengurungkan keinginanku beranjak sampai pukul 12 malam nanti. sungguh pemaksaan tanpa tandingan dariku. dalam diam berlahan jemariku mulai menyusuri ladang dalam maya untuk menguraikan resah dan asa, menumpahkan kegalauan yang kian menyiksa. meskipun itu tak kan mampu menjadi sebuah solusi, setidaknya mampu untuk menyalurkan niatan berbagi. meskipun hanya berbagi resah dalam keputus asaan.
langit semakin buas mencabik dengan kemendungan, dan malam kian liar mengekang dengan sunyi serta gelapnya. aku hanya mampu merintih perih diantara keduanya. menggigil duka dengan segudang ketidak mungkinan dihari esok. semua diam, semua bungkam menunduk. hanya aku yang mendongak kearah bulan, lalu bergumam lirih 'tahu kah kau bulan'. dan dia pun bungkam dalam kebisuan. lalu aku kembali terduduk lemah dieperan pertokoan dengan suci. sembari mendekat lalu mengusapnya berlahan, 'tidak mungkin aku menjualmu untuk kepentinganku, sedang batas akhir esok pagi aku harus mampu melunasinya'.
pikiran semakin semrawut, pandangan kian tak terarah. sedang badan masih tergeletak tanpa harapan dipereperan toko. jam sudah menunjuk pukul 2 dini hari, namun langit masih begitu antusias dengan derasnya hujan. sayu mata yang sedari tadi menahan letih, berlahan aku pejamkan. mencoba menerawang jauh dimasa lalu, saat ayah masih berada ditengah-tengah senyumku dan ibu. 'jika ayah masih ada, mungkin nasibku tak kan seperti ini sekarang' gumam asa yang terlahir dari bibirku. akhirnya aku sudahi renungan dalam pejamanku, tak ingin terjebak dan hanya berujung menyalahkan ketidak adilan.
aku putuskan untuk beranjak, kembali menunggani si suci untuk berkeliling. menikmati malam dengan dinginnya angin. terlebih setelah amukan hujan yang begitu deras sedari tadi, semua nampak begitu sepi. bahkan penjual martabak pingir jalan pun tidak nampak malam itu. aku hanya sesekali berpapasan dengan genangan-genangan air sisa hujan dijalan, menyapaku dengan cipratan membasahi sepatu. 'sial' batinku dalam hati. saat didepan nampak begitu ramai dengan bapak-bapak berseragam, dan ditangan terlihat lampu menyala merah yang ayunkan keatas kebawah. sebagai tanda menyuruhku mematikan mesin kendaraan. aku pun hanya menuruti sembari meminggir lalu membuka helm.
'selamat malam' sapa salah satu dari mereka sembari memberi hormat.
'malam pak' sahutku sambil melepaskan jaket.
'sebelumnya minta maaf telah mengganggu perjalanan anda' timpahnya lagi.
'iya pak gak apa-apa, ada apa ya pak??'
aku langsung menyahutnya dengan pertanyaan. 'ada pemeriksaan, terkait dengan kaburnya narapidana kemaren mas, bisa kami geledah isi tasnya??' tanyanya lagi. lalu aku hanya menyerahkan tasku dengan diam. 'untung bukan tilanngan' bisikku dalam hati. 'ini mas, terima kasih kerja samanya' kata bapak itu lagi sambil menyerahkan tasku setelah digeledah isinya. 'iya pak sama-sama, senang bisa membantu' sambutku sembari memakai jaket dan helm. lalu dengan segera kembali kejalanan malam dengan suci.
perjalananku semakin terasa berat tak terarah kemana. sedari tadi hanya berputar dalam kegalauan yang mencekam, dan aku sangat menyadari keberadaan waktu tak mungkin akan menungguku. pasti nanti akan berujung fajar, serta mentari akan kembali bernari dengan sinarnya. itu berarti aku harus mampu melunasi semua tunggakanku dikampus. aku benar-benar merasa terhimpit bumi dan langit, ditimpa pepohonan dan gedung-gedung tinggi itu. tidak mati, namun sesak untuk bernafas.
cukup lama batinku bergumam tanpa jawaban. entah apa yang mempengaruhi, tiba-tiba aku menghentikan si suci kembali. dan aku beranjak menuju jembatan dijalnan. kembali duduk menyepi, memandang hamparan rumah-rumah yang bertumpuk tak beraturan.
'adakah dari orang-orang disana yang sedang bingung melebihi galau ku??'
dalam hatiku bergumam lagi. lalu bangkit dan menuju pembatas jembatan. aku kembali duduk disana, menatap bulan yang nampak malu dibalik mendung. ku kepulkan asap rokok ke udara, berhamburan mengikuti arah dingin pada kulit. cukup lama aku bertahan dalam duduk ku, dengan aktivitas berfikir keras tanpa menuai jawab. hanya kepulan-kepulan asap rokok yang sedari tadi mengepul. begitu terus berulang kali.
dari sudut perumahan yang saling tumpuk itu, dengan nada sedikit senyap tak begitu jelas. terdengar bunyi melengking seruan untuk meninggalkan tidur orang-orang, beranjak memenuhi kebutuhan rohani dalam menjalankan kewajiban shalat subuh. aku hanya sedikit mengangkat alis terheran. 'ternyata sudah subuh' dalam hatiku.
nampak jalanan mulai ramai lalu lalang orang-orang dengan berbagai barang bawaan yang hampir menggunung tinggi dibelakang. sepertinya orang-orang yang akan menjajakan dagangan dipasar. 'begitu kah ibuku setiap pagi hari saat aku masih terlelap dalam tidur??'
tiba-tiba batinku kembali berbisik teringat ibu dirumah. lalu tak lama akupun beranjak dan kembali menyapa suci, mengajaknya kembali kejalanan menuju persinggahan sederhana ku. tanpa menemukan titik temu esok akan seperti apa aku berjalan pulang dengan si suci.
angin begitu terasa dipori kulit, dedaunan begitu riang bergoyang kesana kemari menyambut pagi. burung-burung turut berbagi keceriaan dengan kicaunya. embunpun berlahan melepas menguap keuadara. semua begitu riang menyambut mentari pagi ini, terlebih mentari nampak begitu semangat dengan pancaran sinarnya. dan diantara mereka semua aku hanya menggelengkan kepala tak mengerti dengan maksud keadaan yang kian memberat sebagai beban.
sesekali aku menghela nafas beraroma asa. hanya itu yang ku lakukan sepanjang perjalanan pulang, memandang kesana kemari menikmati kesejukan, yang menurutku itu begitu dingin. nampak dari kejauhan lampu jalan menyala merah, memaksaku menginjak rem dan berhenti sampai lampu kembali menyala hijau. agak sedikit heran penuh curiga, ku tatap ke arah motor yang tepat berhenti disampingku. nampaknya sedari tadi si penunggang motor gede itu terus memperhatikanku dan si suci. lalu aku pun ikut memperhatikan penampilanku dan si suci, barang kali ada sesuatu yang aneh. namun aku tak mendapati hal itu.
lampu hijau sudah menyala, menunjukan aku harus segera tancap gas dengan menarik sedikit kopling dan menekuknya keatas hingga bunyi klak. baru lah si suci mau berjalan mulus. arah kekosanku memang tidak lurus, melainkan belok kanan setelah lampu jalan tadi. ku lirik ke kaca spion nampak motor gede tadi berjalan lurus. tidak sama dengan arahku kini.
detik sudah menunjuk pukul setengah 6 pagi, nampak kos-kosan masih begitu sepi. kebiasaan anak-anak memang belum bangun jam segini. hanya aku sering kali pulang larut malam bahkan pagi. aku sedikit kaget ketika dari arah belakang ada suara yang memanggil. 'mas,,,mas,,,' suara itu dari balik gerbang saat aku sedang menata si suci untuk beristirahat setelah semalaman aku ajak lembur menemaniku.
dengan menonglkan kepalanya nampak orang itu melambaikan tangan ke arahku, lengkap masih dengan memakai helm dan jaket kulitnya. 'iya,,,ada yang bisa saya bantu pak??' sambutku sambil berjalan kearah pagar lalu membukanya. 'lho...bukannya ini motor yang tadi dilampu merah itu??' bisikku dalam hati. 'ada apa ya pak??bukannya bapak yang tadi dilampu merah itu ya??' sapaku dan langsung mengeluarkan apa yang tadi aku ucapkan dalam hati. 'oh...iya nak, saya tadi yang memperhatikan adik dilampu merah, maaf kalau saya mengagetkan adik' jawabnya sambil melepas helm lalu meletakkannya diatas jok motor. 'boleh saya masuk dik??' pintanya tanpa basa-basi. 'oh...mari pak silahkan' sambutku sambil menunjuk kearah ruang tamu dengan tangan kananku.
'silahkan duduk dulu pak, saya tinggal kekamar mandi dulu sebentar' suruhku, lalu aku berjalan kebelakang dengan membawa helm serta jaket, ku taruh keduanya didepan kamar dan aku menuju kekamar mandi. untuk menyalurkan hajat yang sudah diujung sedari tadi. dengan rasa penasaran tentang siapa bapak itu, aku keluar kamar mandi sembari menjangkau handuk.
'maaf, bapak ini siapa ya??dan mau bertemu siapa??anak-anak disini memang biasanya jam segini belum bangun pak.' langsung aku brondong pertanyaan saat aku sudah duduk didepannya. 'gini lho dik, saya sebenarnya kesini tadi mengikutimu' jawabnya santai sambil mengais rokok disaku jaketnya. 'lho...bukannya tadi...'. 'berbeda arah??' belum selesai aku berkata langsung dipotongnya sambil mengepulkan asap rokok keatas.
'saya tadi sengaja lurus dulu biar adik tidak merasa diikutin' timpalnya lagi. sejenak kami saling diam, bapak itu nampak begitu menikmati setiap hisapan rokoknya. dan aku semakin bingung tentang siapa sebenarnya bapak ini. 'kamu kenal dengan yang namanya mustafa??' tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut bapak itu, aku begitu tercengang kaget mendengarnya. 'i...iya...sa..ya..ke...nal...beliau a...ayah saya...' jawabku dengan gemetar. belum mampu menguraikan kebingunganku, bapak ini merogoh kantong celananya.
mengeluarkan sesuatu dari dalam dompet, lalu memberikannya padaku. 'i...ni...kan a...yah....' ucapku semakin gemetar tak mengerti saat melihat foto bapak ini dengan ayah. 'iya...itu ayahmu dan saya waktu dulu masih muda'. 'dan yang ini, dia' ucap bapak ini lagi yang tak kalah mengagetkan, sambil menunjuk gambar motor vespa dalam foto itu, lalu mengarahkan telunjuknya menunjuk ke arah si suci. serentak aku kaget bukan main. beribu pertanyaan mengaung dalam benakku.
'bukan kah itu hadiah dari ayah untukku waktu aku akan memasuki kuliah?? kenapa bapak ini bilang kalau yang ada difoto ini adalah si suci?? apakah ayah berbohong padaku?? atau bapak ini yang berbohong??'
deretan kata tanya terus memenuhi benak ini. bingung, tak percaya. aku benar-benar tak mengerti maksud bapak ini. 'se..benarnya...ba..pak ini siapa??kenapa kenal dengan ayah dan si suci??? akhirnya tanya itu keluar dari bibirku. bapak itu menghela nafas sembari mengepulkan asap rokoknya kembali keudara, lalu menyandarkan tubuhnya yang kekar itu kekursi. setelah diam beberapa saat, akhirnya keluar kata dati bibir bapak ini. berharap aku dapat menemukan penjelasan atas kebingunganku. 'baiklah' ucap bapak ini sambil mendoyongkan badannya kedepan dengan tangan dipangkuan setelah membuang rokok yang memang sudah pendek. 'saya rohman, teman bapakmu sewaktu kuliah dulu' bapak ini mulai bercerita.
'kami sama-sama mahasiswa dengan uang saku pas-pasan. bahkan kami tinggal satu kamar kos berdua untuk mengirit biaya, semua kami jalani bersama setiap hari-harinya. bahkan tak jarang kami hanya makan satu kali dalam sehari, dan itu pun satu bungkus untuk berdua. kami berdua sama-sama mencari kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan. dan saat itu juga kami berusaha buat nabung sedikit demi sedikit. hingga pada beberapa bulan, kami berdua sepakat untuk menggunakan uang tabungan kami untuk membeli kendaraan, dan kami pun menemukan dia' sambil menunjuk kearah si suci. 'siapa namanya??' lalu bertanya padaku. 'oh...a..anu...si suci' jawabku gelagapan karena kaget. 'yach...si suci, dulu kami beri nama badung' lalu kembali pak rohman menyalakan sebatang rokok, dan kembali menyodorkan juga padaku.
kami pun kembali diam sejenak menikmati hisapan pertama. lalu pak rohman kembali melanjutkan ceritanya. 'sejak saat itulah badung turut menjadi bagian kebersamaan kami, semua itu kami bertiga jalani hingga menginjak semester 6 akhir. dan pada saat memasuki semester 7 saya memutuskan untuk cuti akademik. dan fokus untuk mencari uang'. aku begitu seksama mendengarkan cerita pak rohman. nampak terlihat ada kesedihan yang mendalam dari raut muka pak rohman. ia kembali mengepulkan asap rokok keudara. 'dulu saya tidak setegar ayahmu menghadapi keadaan, sehingga saya memutuskan untuk cuti. dan sejak saat itulah kami jarang berjumpa, hanya sesekali saya dateng kekosan atau ayahmu yang singgah ditempat kerja saya. namun pada suatu ketika saya dipindah tugaskan diluar kota oleh perusahaan. perpisahan itu telah benar-benar membuat kami hilang komunikasi sampai bertahun-tahun' pak rohman kembali menyandarkan badannya kekursi sembari menghela nafas. 'lalu badung ikut siapa pak??' tanyaku dengan penuh penasaran.
'badung yach,,,??' sembari menatap tajam ke arah si suci. 'sebelum saya dipindah tugaskan, saya dan ayahmu sepakat kalau badung ikut dengan saya, dengan syarat suatu saat harus menjadi milik ayahmu seutuhnya. saya pun menyepakati hal itu, dan akhirnya badung saya bawa keluar kota'. 'dan sejak saat itulah kami mulai kehilangan komunikasi satu sama lain. meski sudah berbgai upaya saya lakukan. kami benar-benar terpisah sejak saat itu. hingga pada sekitar empat tahun lalu kami kembali berjumpa pada acara reuni angkatan, pertemuan itulah yang menjadi awal komunikasi kami kembali terjalin.
hingga berlanjut sampai pada sebuah warung makan cerita kami kembali dilanjutkan. dan disana juga ayahmu menuntut kesepakatan kami tentang hak milik badung. dan berkeinginan mengasihkannya kekamu, tentu dengan senang hati saya merelakan hal itu'. aku mengamati mata pak rohman yang terus memandang si suci dengan tajam. nampak ada kerinduan yang tersirat dari sorot matanya. sementara suasana kos sudah mulai ramai dengan berbagai aktivitas. mulai dari suara gitar, musik rock, dan yang hanya santai didepan pintu sambil ngobrol. maklum sudah pukul setengah 7 pagi. 'boleh saya mencoba badung,,,eh maksud saya si suci dik' tiba-tiba pak rohman berkata dengan tatapan yang masih mengarah kearah si suci. 'oh...iy..tentu...pak' sahutku sekenannya.
pak rohman berjalan mendekat kearah si suci. lalu berlahan dengan lembut membelainya penuh kerinduan. lalu membuka bagasi belakang dan meraih bagian atas, nampak sedang berusaha mengambil sesuatu. 'dik...kemari' panggilnya sambil memegang sesuatu. aku hanya menuruti permintaan pak rohman. 'inilah yang dulu kita jadikan simbol kebersamaan saya, ayahmu, dan badung'. ku raih benda itu yang hanya lempengan besi kecil. dan disana tertera sebuah tulisan mustafa & rohman. 'dari tulisan ini lah ikrar kami menggema, akan selalu menjaga badung, apapun yang akan terjadi' ucap pak rohman sembari menunjuk lempengan besi itu. aku hanya mampu terpaku dalam diam, bahagia namun air mata mengucur dipipi. saat aku teringat ayah. 'sudah...ayahmu pasti senang kamu telah menjaga badung'. ucap pak rohman sambil mengelus rambutku, lalu menyalakan mesin si suci. 'saya coba ya dik'. pinta pak rohman yang kedua kalinya, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala menandakan iya.
wajahnya begitu nampak riang, senyumnya begitu lebar terpuaskan setelah memuntahkan kerinduannya pada si suci saat pak rohman kembali dari berkeliling komplek. aku hanya tersenyum senang dari duduk ku dihalaman. 'masih sama seperti dulu ya' ucap pak rohman saat menyetandarkan si suci dihalaman samping. 'iya pak, dia selalu ceria setiap hari' sahutku sambil mendekat kearahnya. batinku kembali bergejolak dengan keadaan yang membelitku dan si suci. sempat terlintas olehku untuk meminta bantuan pada pak rohman atas kesulitan yang sedang menimpaku.
terlebih setelah melihat betapa senangnya dia dapat bertemu kembali dengan badungnya setelah sekian lama terpisah. 'akh,,,pasti dia akan membantuku, masa ia pak rohman akan rela membiarkanku menjual si suci' pikirku. namun entah apa yang membuat bibirku terbungkam membisu, untuk mengatakannya. 'tapi masa aku harus menjual si suci??' aku semakin terjebak dalam kebingungan. sementara pak rohman masih sibuk membelai si suci dari setiap lekuknya. 'kenapa dik??kok malah melamun' tegur pak rohman yang tentu menyadarkanku dari kecamuk benak yang memilukan. 'eh...e..enggak apa-apa kok pak' sahutku sedikit gugup. 'ya sudah dik, bapak pamit dulu ya...o ya ni nomer hp saya kalau adik butuh sesuatu hubungi saja' ucapnya sambil menyodorkan hp kepadaku untuk mencatat nomor hp-nya. lalu beranjak melangkah keluar gerbang dan menyalakan motornya. dengan sekejap sudah tidak nampak lagi tertelan pandangan yang menjauh.
aku kembali melangkah sambil menutup gerbang, melangkah lunglai menuju kamar sambil menatap si suci yang sedang istirahat. 'eh..rez..siapa tadi??' tanya doni kepadaku sambil memainkan gitarnya. 'oh...itu..temen almarhum ayah ku' jawabku lemas dengan terus melangkah.
aku rebahkan badan dipembaringan, namun fikiran terus berputar mencari solusi yang dapat aku ambil. ku raih handphone disaku, ku tatap nomor pak rohman yang baru saja tersimpan di phonebook tadi. 'apa tidak sebaiknya aku hubungi saja ya pak rohman' pikirku kembali ragu. dengan penuh keraguan akhirnya aku memencet tombol panggil. setelah beberapa saat akhirnya terdengar jawab diseberang sana. 'halo...halo..ini keluarganya bapak yang punya hp ini??' tanya suara dari balik handphone ku. 'lah ini siapa??bukannya ini nomor pak rohman??' jawabku kembali bertanya balik. 'oh...maaf mas saya tidak tahu, yang punya hp ini kecelakaan tadi, sekarang sedang dibawa ke rumah sakit, ini saya warga sini yang tadi membawanya kerumah sakit'. serentak itu juga dadaku begitu terasa sesak, jantung ini serasa berhenti berdetak, bingung, diam, tak mampu mengucapkan satu patah kata pun. semua gelap tanpa pandangan. aku benar-benar tidak percaya. 'halo...halo...mas...mas...' suara diseberang telfon menyadarkanku. 'i....i...iy..a pak...se...karang...pak..rohman dirawat dimana??' tanyaku dengan penuh isak. 'oh..iya..dia dirawat dirumah sakit mandala kamar melati' jawabnya singkat. 'ya,,sudah pak,,,saya segera kesana..teri...ma kasih bany...k pak' sahutku, lalu menutup telfon dan segera beranjak menuju rumah sakit dengan si suci.
sepanjang perjalanan aku masih tak percaya dengan berita barusan yang aku dengar. 'bukannya tadi barusan mengobrol denganku itu pak rohman??' batinku terus bertanya-tanya tak percaya. dengan cepat aku menaruh si suci ditempat parkir. lalu berlari mencari ruangan yang disebutkan oleh bapak tadi. 'kamu saudara yang ditelfon tadi??' tanya seorang pria paruh baya padaku. 'oh iya pak...bapak yang telfon pake hp pak rohman tadi??' tanyaku dengan sedikit ngos-ngosan. 'iya...kenalkan saya sujiwo..' jawabnya singkat sambil mengulurkan tangan. 'saya,,,reza pak' sambutku dengan mengulurkan tangan juga. 'bagaimana keadaan pak rohman??' tanyaku lagi sama pak sujiwo. 'tim dokter sedang berusaha nak, kita berdo'a sama-sama saja buat yang terbaik'. jawabnya bijak. jarum jam serasa berhenti saat itu, semua ruangan nampak begitu sunyi tanpa gaduh selayaknya dirumah sakit. aku benar-benar panas dingin menunggu hasil pemeriksaan tim dokter. tak lama akhirnya pintu ruangan melati terbuka, namun aku justru menggigil pilu, saat seorang suster keluar membuka kedua pintu ruangan. dan dibelakangnya disusul sebuah ranjang beroda muncul dengan sosok tertutup kain putih dari kepala hingga ujung kaki. semua rapat tertutupi. kaki ini hampir tidak kuat menahan raga, dan aku pun bersandar pada dinding sebelahku. sembari menatap sosok itu, air mata menetes menguarai duka.
dalam ruang tunggu kepalaku menunduk menatap lantai, jiwaku masih menggigil lemah tak percaya. lalu suara sepatu yang berlari kecil memaksaku sedikit mendongak. nampak seorang ibu-ibu dan anak gadis mendekati bagian informasi. samar-samar aku mendengar 'korban kecelakaan yang bernama mohammad rohman efendi, diruangan mana sus??' serentak aku langsung beranjak mendekati ibu-ibu dan gadis itu. 'maaf bu, ibu keluarganya bapak rohman??' tanya ku dengan menahan air mata. 'iya,,,nak. saya istrinya, dimana bapak dirawat??' jawab ibu itu sambil terus menangis. 'maaf bu...pasien korban kecelakaan atas nama mohammad rahman efendi diruang jezah 34' tiba-tiba suster berkata pada istri dan anaknya pak rohman. serentak kesedihan semakin meledak mendengar kabar itu, bahkan istri pak rohman pinsan tak sadarkan diri.
setelah semua diurus, akhirnya jenazah bapak rohman dapat dikebumikan dikampung halaman. dengan meninggalkan kesedihan yang begitu mendalam bagi orang-orang yang ditinggalkan. terlebih sang istri tercinta yang sedari tadi terus menangis, bahkan berkali-kali pinsan. aku yang baru mengenalnya 5 jam lalu, sekarang sudah dipukul telak dengan kata perpisahan. sungguh membuatku begitu merasa pilu.
orang-orang mulai beranjak satu persatu dari pemakaman, tinggal aku dan anak gadis pak rohman yang masih bertahan menatap gundukan tanah yang menimbun pak rohman. 'sabar mba, semua ini sudah kehendak Tuhan' ucapku mencoba menenagkan. dia hanya menatapku sejenak lalu kembali pada pandangannya. 'kamu apanya bapak??' tiba-tiba dia menanyakan padaku. 'aku bukan siapa-siapanya, bahkan aku baru saja mengenalnya 5 jam lalu. beliau adalah sahabat ayahku yang sudah mendahuluinya satu setengah tahun lalu. keheningan kembali menyertai kami berdua. semua nampak sepi dalam kebisuan alam. akhirnya aku mengajaknya beranjak pulang. ia hanya menurut dengan terus menangis.
setelah berpamitan pulang, dengan luka yang mendalam dan duka yang tak terelakan aku melangkah pulang. menuju tanggung jawab yang harus segera aku lakukan. dengan penuh yakin akhirnya aku langsung menuju kampus, bersiap dengan segala resiko yang harus aku tanggung nantinya. yang terpenting si suci tetap bersamaku.
Karena aku sungguh merasa sekitarku begitu munafik jika hanya sekedar untuk berbagi resah denganku. selain itu juga aku percaya setiap masing-masing orang sekitarku memiliki keresahan yang mungkin jauh lebih tinggi stadiumnya dibanding resahku. suci, yang kerap kali menjadi bulan-bulananku mengeluh atas resah, dan tidak jarang juga ku ungkapkan resahku dalam kebisuan tulisan.
seperti saat ini, aku benar-benar sedang merasa resah, resah akan keadaan yang seolah mengikatku lalu mencambuk. sakit, perih, begitu terasa sesak didada. sepanjang perjalanan hanya tercipta kebisuan, bungkam tanpa kata apapun. lampu-lampu jalan mulai menyala satu persatu, jalanan mulai menelan suci dari kemewahan kendaraan berbagai model. 'tenang saja suci, mereka hanya para munafik yang bersembunyi dibalik kaca mobil, kamu tetap yang terbaik'. gumamku mencoba menghibur diri.
desah dalam helaan nafas, membaur mesra dengan dinginnya angin. langitpun mulai nampak kembali mendung. dan kini aku kembali diduniaku yang abstract, duduk menghadap monitor, dan siap untuk disuruh-suruh. kadang ingin berontak lalu membentak. 'siapa kamu nyuruh-nyuruh aku'. namun itu hanya menjadi keinginan yang tertinggal dalam benak. karena perbedaan setatus kelas. pekerja dan pemilik pekerjaan. yach...begitu keadaan yang harus terus aku telan, meskipun pahit aku tak boleh untuk tidak menurut. serasa tertera jelas diantara langit-langit akal, 'pekerja dilarang duduk bersanding dengan tuannya'. aku benci, aku geram dengan keadaan seperti ini. namun lagi-lagi keadaan mengajariku untuk bertahan.
serasa tempat dudukku sudah mulai tidak nyaman, panas. mata pun mulai sayup menahan lelah. namun detak jarum detik baru saja menunjuk pukul 8 malam. itu berarti aku harus mengurungkan keinginanku beranjak sampai pukul 12 malam nanti. sungguh pemaksaan tanpa tandingan dariku. dalam diam berlahan jemariku mulai menyusuri ladang dalam maya untuk menguraikan resah dan asa, menumpahkan kegalauan yang kian menyiksa. meskipun itu tak kan mampu menjadi sebuah solusi, setidaknya mampu untuk menyalurkan niatan berbagi. meskipun hanya berbagi resah dalam keputus asaan.
langit semakin buas mencabik dengan kemendungan, dan malam kian liar mengekang dengan sunyi serta gelapnya. aku hanya mampu merintih perih diantara keduanya. menggigil duka dengan segudang ketidak mungkinan dihari esok. semua diam, semua bungkam menunduk. hanya aku yang mendongak kearah bulan, lalu bergumam lirih 'tahu kah kau bulan'. dan dia pun bungkam dalam kebisuan. lalu aku kembali terduduk lemah dieperan pertokoan dengan suci. sembari mendekat lalu mengusapnya berlahan, 'tidak mungkin aku menjualmu untuk kepentinganku, sedang batas akhir esok pagi aku harus mampu melunasinya'.
pikiran semakin semrawut, pandangan kian tak terarah. sedang badan masih tergeletak tanpa harapan dipereperan toko. jam sudah menunjuk pukul 2 dini hari, namun langit masih begitu antusias dengan derasnya hujan. sayu mata yang sedari tadi menahan letih, berlahan aku pejamkan. mencoba menerawang jauh dimasa lalu, saat ayah masih berada ditengah-tengah senyumku dan ibu. 'jika ayah masih ada, mungkin nasibku tak kan seperti ini sekarang' gumam asa yang terlahir dari bibirku. akhirnya aku sudahi renungan dalam pejamanku, tak ingin terjebak dan hanya berujung menyalahkan ketidak adilan.
aku putuskan untuk beranjak, kembali menunggani si suci untuk berkeliling. menikmati malam dengan dinginnya angin. terlebih setelah amukan hujan yang begitu deras sedari tadi, semua nampak begitu sepi. bahkan penjual martabak pingir jalan pun tidak nampak malam itu. aku hanya sesekali berpapasan dengan genangan-genangan air sisa hujan dijalan, menyapaku dengan cipratan membasahi sepatu. 'sial' batinku dalam hati. saat didepan nampak begitu ramai dengan bapak-bapak berseragam, dan ditangan terlihat lampu menyala merah yang ayunkan keatas kebawah. sebagai tanda menyuruhku mematikan mesin kendaraan. aku pun hanya menuruti sembari meminggir lalu membuka helm.
'selamat malam' sapa salah satu dari mereka sembari memberi hormat.
'malam pak' sahutku sambil melepaskan jaket.
'sebelumnya minta maaf telah mengganggu perjalanan anda' timpahnya lagi.
'iya pak gak apa-apa, ada apa ya pak??'
aku langsung menyahutnya dengan pertanyaan. 'ada pemeriksaan, terkait dengan kaburnya narapidana kemaren mas, bisa kami geledah isi tasnya??' tanyanya lagi. lalu aku hanya menyerahkan tasku dengan diam. 'untung bukan tilanngan' bisikku dalam hati. 'ini mas, terima kasih kerja samanya' kata bapak itu lagi sambil menyerahkan tasku setelah digeledah isinya. 'iya pak sama-sama, senang bisa membantu' sambutku sembari memakai jaket dan helm. lalu dengan segera kembali kejalanan malam dengan suci.
perjalananku semakin terasa berat tak terarah kemana. sedari tadi hanya berputar dalam kegalauan yang mencekam, dan aku sangat menyadari keberadaan waktu tak mungkin akan menungguku. pasti nanti akan berujung fajar, serta mentari akan kembali bernari dengan sinarnya. itu berarti aku harus mampu melunasi semua tunggakanku dikampus. aku benar-benar merasa terhimpit bumi dan langit, ditimpa pepohonan dan gedung-gedung tinggi itu. tidak mati, namun sesak untuk bernafas.
cukup lama batinku bergumam tanpa jawaban. entah apa yang mempengaruhi, tiba-tiba aku menghentikan si suci kembali. dan aku beranjak menuju jembatan dijalnan. kembali duduk menyepi, memandang hamparan rumah-rumah yang bertumpuk tak beraturan.
'adakah dari orang-orang disana yang sedang bingung melebihi galau ku??'
dalam hatiku bergumam lagi. lalu bangkit dan menuju pembatas jembatan. aku kembali duduk disana, menatap bulan yang nampak malu dibalik mendung. ku kepulkan asap rokok ke udara, berhamburan mengikuti arah dingin pada kulit. cukup lama aku bertahan dalam duduk ku, dengan aktivitas berfikir keras tanpa menuai jawab. hanya kepulan-kepulan asap rokok yang sedari tadi mengepul. begitu terus berulang kali.
dari sudut perumahan yang saling tumpuk itu, dengan nada sedikit senyap tak begitu jelas. terdengar bunyi melengking seruan untuk meninggalkan tidur orang-orang, beranjak memenuhi kebutuhan rohani dalam menjalankan kewajiban shalat subuh. aku hanya sedikit mengangkat alis terheran. 'ternyata sudah subuh' dalam hatiku.
nampak jalanan mulai ramai lalu lalang orang-orang dengan berbagai barang bawaan yang hampir menggunung tinggi dibelakang. sepertinya orang-orang yang akan menjajakan dagangan dipasar. 'begitu kah ibuku setiap pagi hari saat aku masih terlelap dalam tidur??'
tiba-tiba batinku kembali berbisik teringat ibu dirumah. lalu tak lama akupun beranjak dan kembali menyapa suci, mengajaknya kembali kejalanan menuju persinggahan sederhana ku. tanpa menemukan titik temu esok akan seperti apa aku berjalan pulang dengan si suci.
angin begitu terasa dipori kulit, dedaunan begitu riang bergoyang kesana kemari menyambut pagi. burung-burung turut berbagi keceriaan dengan kicaunya. embunpun berlahan melepas menguap keuadara. semua begitu riang menyambut mentari pagi ini, terlebih mentari nampak begitu semangat dengan pancaran sinarnya. dan diantara mereka semua aku hanya menggelengkan kepala tak mengerti dengan maksud keadaan yang kian memberat sebagai beban.
sesekali aku menghela nafas beraroma asa. hanya itu yang ku lakukan sepanjang perjalanan pulang, memandang kesana kemari menikmati kesejukan, yang menurutku itu begitu dingin. nampak dari kejauhan lampu jalan menyala merah, memaksaku menginjak rem dan berhenti sampai lampu kembali menyala hijau. agak sedikit heran penuh curiga, ku tatap ke arah motor yang tepat berhenti disampingku. nampaknya sedari tadi si penunggang motor gede itu terus memperhatikanku dan si suci. lalu aku pun ikut memperhatikan penampilanku dan si suci, barang kali ada sesuatu yang aneh. namun aku tak mendapati hal itu.
lampu hijau sudah menyala, menunjukan aku harus segera tancap gas dengan menarik sedikit kopling dan menekuknya keatas hingga bunyi klak. baru lah si suci mau berjalan mulus. arah kekosanku memang tidak lurus, melainkan belok kanan setelah lampu jalan tadi. ku lirik ke kaca spion nampak motor gede tadi berjalan lurus. tidak sama dengan arahku kini.
detik sudah menunjuk pukul setengah 6 pagi, nampak kos-kosan masih begitu sepi. kebiasaan anak-anak memang belum bangun jam segini. hanya aku sering kali pulang larut malam bahkan pagi. aku sedikit kaget ketika dari arah belakang ada suara yang memanggil. 'mas,,,mas,,,' suara itu dari balik gerbang saat aku sedang menata si suci untuk beristirahat setelah semalaman aku ajak lembur menemaniku.
dengan menonglkan kepalanya nampak orang itu melambaikan tangan ke arahku, lengkap masih dengan memakai helm dan jaket kulitnya. 'iya,,,ada yang bisa saya bantu pak??' sambutku sambil berjalan kearah pagar lalu membukanya. 'lho...bukannya ini motor yang tadi dilampu merah itu??' bisikku dalam hati. 'ada apa ya pak??bukannya bapak yang tadi dilampu merah itu ya??' sapaku dan langsung mengeluarkan apa yang tadi aku ucapkan dalam hati. 'oh...iya nak, saya tadi yang memperhatikan adik dilampu merah, maaf kalau saya mengagetkan adik' jawabnya sambil melepas helm lalu meletakkannya diatas jok motor. 'boleh saya masuk dik??' pintanya tanpa basa-basi. 'oh...mari pak silahkan' sambutku sambil menunjuk kearah ruang tamu dengan tangan kananku.
'silahkan duduk dulu pak, saya tinggal kekamar mandi dulu sebentar' suruhku, lalu aku berjalan kebelakang dengan membawa helm serta jaket, ku taruh keduanya didepan kamar dan aku menuju kekamar mandi. untuk menyalurkan hajat yang sudah diujung sedari tadi. dengan rasa penasaran tentang siapa bapak itu, aku keluar kamar mandi sembari menjangkau handuk.
'maaf, bapak ini siapa ya??dan mau bertemu siapa??anak-anak disini memang biasanya jam segini belum bangun pak.' langsung aku brondong pertanyaan saat aku sudah duduk didepannya. 'gini lho dik, saya sebenarnya kesini tadi mengikutimu' jawabnya santai sambil mengais rokok disaku jaketnya. 'lho...bukannya tadi...'. 'berbeda arah??' belum selesai aku berkata langsung dipotongnya sambil mengepulkan asap rokok keatas.
'saya tadi sengaja lurus dulu biar adik tidak merasa diikutin' timpalnya lagi. sejenak kami saling diam, bapak itu nampak begitu menikmati setiap hisapan rokoknya. dan aku semakin bingung tentang siapa sebenarnya bapak ini. 'kamu kenal dengan yang namanya mustafa??' tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut bapak itu, aku begitu tercengang kaget mendengarnya. 'i...iya...sa..ya..ke...nal...beliau a...ayah saya...' jawabku dengan gemetar. belum mampu menguraikan kebingunganku, bapak ini merogoh kantong celananya.
mengeluarkan sesuatu dari dalam dompet, lalu memberikannya padaku. 'i...ni...kan a...yah....' ucapku semakin gemetar tak mengerti saat melihat foto bapak ini dengan ayah. 'iya...itu ayahmu dan saya waktu dulu masih muda'. 'dan yang ini, dia' ucap bapak ini lagi yang tak kalah mengagetkan, sambil menunjuk gambar motor vespa dalam foto itu, lalu mengarahkan telunjuknya menunjuk ke arah si suci. serentak aku kaget bukan main. beribu pertanyaan mengaung dalam benakku.
'bukan kah itu hadiah dari ayah untukku waktu aku akan memasuki kuliah?? kenapa bapak ini bilang kalau yang ada difoto ini adalah si suci?? apakah ayah berbohong padaku?? atau bapak ini yang berbohong??'
deretan kata tanya terus memenuhi benak ini. bingung, tak percaya. aku benar-benar tak mengerti maksud bapak ini. 'se..benarnya...ba..pak ini siapa??kenapa kenal dengan ayah dan si suci??? akhirnya tanya itu keluar dari bibirku. bapak itu menghela nafas sembari mengepulkan asap rokoknya kembali keudara, lalu menyandarkan tubuhnya yang kekar itu kekursi. setelah diam beberapa saat, akhirnya keluar kata dati bibir bapak ini. berharap aku dapat menemukan penjelasan atas kebingunganku. 'baiklah' ucap bapak ini sambil mendoyongkan badannya kedepan dengan tangan dipangkuan setelah membuang rokok yang memang sudah pendek. 'saya rohman, teman bapakmu sewaktu kuliah dulu' bapak ini mulai bercerita.
'kami sama-sama mahasiswa dengan uang saku pas-pasan. bahkan kami tinggal satu kamar kos berdua untuk mengirit biaya, semua kami jalani bersama setiap hari-harinya. bahkan tak jarang kami hanya makan satu kali dalam sehari, dan itu pun satu bungkus untuk berdua. kami berdua sama-sama mencari kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan. dan saat itu juga kami berusaha buat nabung sedikit demi sedikit. hingga pada beberapa bulan, kami berdua sepakat untuk menggunakan uang tabungan kami untuk membeli kendaraan, dan kami pun menemukan dia' sambil menunjuk kearah si suci. 'siapa namanya??' lalu bertanya padaku. 'oh...a..anu...si suci' jawabku gelagapan karena kaget. 'yach...si suci, dulu kami beri nama badung' lalu kembali pak rohman menyalakan sebatang rokok, dan kembali menyodorkan juga padaku.
kami pun kembali diam sejenak menikmati hisapan pertama. lalu pak rohman kembali melanjutkan ceritanya. 'sejak saat itulah badung turut menjadi bagian kebersamaan kami, semua itu kami bertiga jalani hingga menginjak semester 6 akhir. dan pada saat memasuki semester 7 saya memutuskan untuk cuti akademik. dan fokus untuk mencari uang'. aku begitu seksama mendengarkan cerita pak rohman. nampak terlihat ada kesedihan yang mendalam dari raut muka pak rohman. ia kembali mengepulkan asap rokok keudara. 'dulu saya tidak setegar ayahmu menghadapi keadaan, sehingga saya memutuskan untuk cuti. dan sejak saat itulah kami jarang berjumpa, hanya sesekali saya dateng kekosan atau ayahmu yang singgah ditempat kerja saya. namun pada suatu ketika saya dipindah tugaskan diluar kota oleh perusahaan. perpisahan itu telah benar-benar membuat kami hilang komunikasi sampai bertahun-tahun' pak rohman kembali menyandarkan badannya kekursi sembari menghela nafas. 'lalu badung ikut siapa pak??' tanyaku dengan penuh penasaran.
'badung yach,,,??' sembari menatap tajam ke arah si suci. 'sebelum saya dipindah tugaskan, saya dan ayahmu sepakat kalau badung ikut dengan saya, dengan syarat suatu saat harus menjadi milik ayahmu seutuhnya. saya pun menyepakati hal itu, dan akhirnya badung saya bawa keluar kota'. 'dan sejak saat itulah kami mulai kehilangan komunikasi satu sama lain. meski sudah berbgai upaya saya lakukan. kami benar-benar terpisah sejak saat itu. hingga pada sekitar empat tahun lalu kami kembali berjumpa pada acara reuni angkatan, pertemuan itulah yang menjadi awal komunikasi kami kembali terjalin.
hingga berlanjut sampai pada sebuah warung makan cerita kami kembali dilanjutkan. dan disana juga ayahmu menuntut kesepakatan kami tentang hak milik badung. dan berkeinginan mengasihkannya kekamu, tentu dengan senang hati saya merelakan hal itu'. aku mengamati mata pak rohman yang terus memandang si suci dengan tajam. nampak ada kerinduan yang tersirat dari sorot matanya. sementara suasana kos sudah mulai ramai dengan berbagai aktivitas. mulai dari suara gitar, musik rock, dan yang hanya santai didepan pintu sambil ngobrol. maklum sudah pukul setengah 7 pagi. 'boleh saya mencoba badung,,,eh maksud saya si suci dik' tiba-tiba pak rohman berkata dengan tatapan yang masih mengarah kearah si suci. 'oh...iy..tentu...pak' sahutku sekenannya.
pak rohman berjalan mendekat kearah si suci. lalu berlahan dengan lembut membelainya penuh kerinduan. lalu membuka bagasi belakang dan meraih bagian atas, nampak sedang berusaha mengambil sesuatu. 'dik...kemari' panggilnya sambil memegang sesuatu. aku hanya menuruti permintaan pak rohman. 'inilah yang dulu kita jadikan simbol kebersamaan saya, ayahmu, dan badung'. ku raih benda itu yang hanya lempengan besi kecil. dan disana tertera sebuah tulisan mustafa & rohman. 'dari tulisan ini lah ikrar kami menggema, akan selalu menjaga badung, apapun yang akan terjadi' ucap pak rohman sembari menunjuk lempengan besi itu. aku hanya mampu terpaku dalam diam, bahagia namun air mata mengucur dipipi. saat aku teringat ayah. 'sudah...ayahmu pasti senang kamu telah menjaga badung'. ucap pak rohman sambil mengelus rambutku, lalu menyalakan mesin si suci. 'saya coba ya dik'. pinta pak rohman yang kedua kalinya, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala menandakan iya.
wajahnya begitu nampak riang, senyumnya begitu lebar terpuaskan setelah memuntahkan kerinduannya pada si suci saat pak rohman kembali dari berkeliling komplek. aku hanya tersenyum senang dari duduk ku dihalaman. 'masih sama seperti dulu ya' ucap pak rohman saat menyetandarkan si suci dihalaman samping. 'iya pak, dia selalu ceria setiap hari' sahutku sambil mendekat kearahnya. batinku kembali bergejolak dengan keadaan yang membelitku dan si suci. sempat terlintas olehku untuk meminta bantuan pada pak rohman atas kesulitan yang sedang menimpaku.
terlebih setelah melihat betapa senangnya dia dapat bertemu kembali dengan badungnya setelah sekian lama terpisah. 'akh,,,pasti dia akan membantuku, masa ia pak rohman akan rela membiarkanku menjual si suci' pikirku. namun entah apa yang membuat bibirku terbungkam membisu, untuk mengatakannya. 'tapi masa aku harus menjual si suci??' aku semakin terjebak dalam kebingungan. sementara pak rohman masih sibuk membelai si suci dari setiap lekuknya. 'kenapa dik??kok malah melamun' tegur pak rohman yang tentu menyadarkanku dari kecamuk benak yang memilukan. 'eh...e..enggak apa-apa kok pak' sahutku sedikit gugup. 'ya sudah dik, bapak pamit dulu ya...o ya ni nomer hp saya kalau adik butuh sesuatu hubungi saja' ucapnya sambil menyodorkan hp kepadaku untuk mencatat nomor hp-nya. lalu beranjak melangkah keluar gerbang dan menyalakan motornya. dengan sekejap sudah tidak nampak lagi tertelan pandangan yang menjauh.
aku kembali melangkah sambil menutup gerbang, melangkah lunglai menuju kamar sambil menatap si suci yang sedang istirahat. 'eh..rez..siapa tadi??' tanya doni kepadaku sambil memainkan gitarnya. 'oh...itu..temen almarhum ayah ku' jawabku lemas dengan terus melangkah.
aku rebahkan badan dipembaringan, namun fikiran terus berputar mencari solusi yang dapat aku ambil. ku raih handphone disaku, ku tatap nomor pak rohman yang baru saja tersimpan di phonebook tadi. 'apa tidak sebaiknya aku hubungi saja ya pak rohman' pikirku kembali ragu. dengan penuh keraguan akhirnya aku memencet tombol panggil. setelah beberapa saat akhirnya terdengar jawab diseberang sana. 'halo...halo..ini keluarganya bapak yang punya hp ini??' tanya suara dari balik handphone ku. 'lah ini siapa??bukannya ini nomor pak rohman??' jawabku kembali bertanya balik. 'oh...maaf mas saya tidak tahu, yang punya hp ini kecelakaan tadi, sekarang sedang dibawa ke rumah sakit, ini saya warga sini yang tadi membawanya kerumah sakit'. serentak itu juga dadaku begitu terasa sesak, jantung ini serasa berhenti berdetak, bingung, diam, tak mampu mengucapkan satu patah kata pun. semua gelap tanpa pandangan. aku benar-benar tidak percaya. 'halo...halo...mas...mas...' suara diseberang telfon menyadarkanku. 'i....i...iy..a pak...se...karang...pak..rohman dirawat dimana??' tanyaku dengan penuh isak. 'oh..iya..dia dirawat dirumah sakit mandala kamar melati' jawabnya singkat. 'ya,,sudah pak,,,saya segera kesana..teri...ma kasih bany...k pak' sahutku, lalu menutup telfon dan segera beranjak menuju rumah sakit dengan si suci.
sepanjang perjalanan aku masih tak percaya dengan berita barusan yang aku dengar. 'bukannya tadi barusan mengobrol denganku itu pak rohman??' batinku terus bertanya-tanya tak percaya. dengan cepat aku menaruh si suci ditempat parkir. lalu berlari mencari ruangan yang disebutkan oleh bapak tadi. 'kamu saudara yang ditelfon tadi??' tanya seorang pria paruh baya padaku. 'oh iya pak...bapak yang telfon pake hp pak rohman tadi??' tanyaku dengan sedikit ngos-ngosan. 'iya...kenalkan saya sujiwo..' jawabnya singkat sambil mengulurkan tangan. 'saya,,,reza pak' sambutku dengan mengulurkan tangan juga. 'bagaimana keadaan pak rohman??' tanyaku lagi sama pak sujiwo. 'tim dokter sedang berusaha nak, kita berdo'a sama-sama saja buat yang terbaik'. jawabnya bijak. jarum jam serasa berhenti saat itu, semua ruangan nampak begitu sunyi tanpa gaduh selayaknya dirumah sakit. aku benar-benar panas dingin menunggu hasil pemeriksaan tim dokter. tak lama akhirnya pintu ruangan melati terbuka, namun aku justru menggigil pilu, saat seorang suster keluar membuka kedua pintu ruangan. dan dibelakangnya disusul sebuah ranjang beroda muncul dengan sosok tertutup kain putih dari kepala hingga ujung kaki. semua rapat tertutupi. kaki ini hampir tidak kuat menahan raga, dan aku pun bersandar pada dinding sebelahku. sembari menatap sosok itu, air mata menetes menguarai duka.
dalam ruang tunggu kepalaku menunduk menatap lantai, jiwaku masih menggigil lemah tak percaya. lalu suara sepatu yang berlari kecil memaksaku sedikit mendongak. nampak seorang ibu-ibu dan anak gadis mendekati bagian informasi. samar-samar aku mendengar 'korban kecelakaan yang bernama mohammad rohman efendi, diruangan mana sus??' serentak aku langsung beranjak mendekati ibu-ibu dan gadis itu. 'maaf bu, ibu keluarganya bapak rohman??' tanya ku dengan menahan air mata. 'iya,,,nak. saya istrinya, dimana bapak dirawat??' jawab ibu itu sambil terus menangis. 'maaf bu...pasien korban kecelakaan atas nama mohammad rahman efendi diruang jezah 34' tiba-tiba suster berkata pada istri dan anaknya pak rohman. serentak kesedihan semakin meledak mendengar kabar itu, bahkan istri pak rohman pinsan tak sadarkan diri.
setelah semua diurus, akhirnya jenazah bapak rohman dapat dikebumikan dikampung halaman. dengan meninggalkan kesedihan yang begitu mendalam bagi orang-orang yang ditinggalkan. terlebih sang istri tercinta yang sedari tadi terus menangis, bahkan berkali-kali pinsan. aku yang baru mengenalnya 5 jam lalu, sekarang sudah dipukul telak dengan kata perpisahan. sungguh membuatku begitu merasa pilu.
orang-orang mulai beranjak satu persatu dari pemakaman, tinggal aku dan anak gadis pak rohman yang masih bertahan menatap gundukan tanah yang menimbun pak rohman. 'sabar mba, semua ini sudah kehendak Tuhan' ucapku mencoba menenagkan. dia hanya menatapku sejenak lalu kembali pada pandangannya. 'kamu apanya bapak??' tiba-tiba dia menanyakan padaku. 'aku bukan siapa-siapanya, bahkan aku baru saja mengenalnya 5 jam lalu. beliau adalah sahabat ayahku yang sudah mendahuluinya satu setengah tahun lalu. keheningan kembali menyertai kami berdua. semua nampak sepi dalam kebisuan alam. akhirnya aku mengajaknya beranjak pulang. ia hanya menurut dengan terus menangis.
setelah berpamitan pulang, dengan luka yang mendalam dan duka yang tak terelakan aku melangkah pulang. menuju tanggung jawab yang harus segera aku lakukan. dengan penuh yakin akhirnya aku langsung menuju kampus, bersiap dengan segala resiko yang harus aku tanggung nantinya. yang terpenting si suci tetap bersamaku.
wouwww :'(
ReplyDeletekereeennn sekali...
apa ini nyata??
terima kasih....
ReplyDeletehmmm,,,entahlah...hoho
berkaca pada sebuah kondisi rill dalam hidup, kekejaman itu ada dan nyata jika sudah bersinggung dg ekonomi...
ReplyDeletesemacam pengalaman pribadi gan..hahaha
berbicara hidup maka berbicara perjuangan....
ReplyDelete@adhie: hahaha....mungkin saja, tp entahlah.
ReplyDelete@abiechuenk: wuih...semacam itu friend...(^_^)
wah, ceritanya bagus. bahasa yang digunakan pun sungguh bermakna, membuat cerita yang awalnya simpel menjadi lebih 'berisi'
ReplyDeletewelaaah..mbak sherly matur nuwun sudah mampir disini..haaa
ReplyDeletesemoga semakin baik lagi mbaknya.... salam kenal dari sudut Jogja. :D