Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

16 August 2011

Aku, Bukan Bagian Dari Kalian, yang Akan Menaiki Podium

CERPEN
oleh: Ghomy



Dalam peraduan letihku, diantara jalan setapak yang serasa semakin terjal. aku menatap gamang sudut hidup masa depan yang suram, tanpa gelar, sudah pasti aku menjadi salah satu yang dinobatkan menjadi pengangguran sejati. sebuah penghargaan tanpa tropi, apalagi hadiah dengan bingkisan sedemikian rupa. bahkan penghargaan yang bakal menimpa kelak, hanyalah cacian, bahkan kotoran yang mesti dibrantas oleh negara, entah dengan cara apa. yang penting hilang atau lebih tepatnya di hilangkan.

Saat malam mulai bercerita dalam kelam, tersudut pada duduk aku menatapnya dari balik tirai jendela yang telah kusut. sendiri, menerawang jalan yang jauh dimasa depan. hanya berjuta tanya tanpa jawab, beribu resah tiada ketenangan. akankah, mungkinkah, apa iya. semua melontar keluar tanpa permisi, menjelma mengikuti alur heningnya malam. sementara itu, waktu tak kan menunggu. ia akan terus melaju dalam perputarannya, dan sekarang isyarat waktu yang ada pada jarum jam telah menunjuk angka dua belas malam. itu berarti sudah cukup larut.

Dalam celah-celah malam, bulan nampak turut ambil bagian. menampakkan wujud sempurnanya saat purnama. seolah terkekeh mengejek pada kegelisahanku, sesekali tawanya tertutup awan pekat yang melintas pelan, lalu kembali bingar dengan keangkuhan sinarnya. "ah..dasar kau, purnama". entah setan apa yang menyeru padaku, agar aku menggerutu tanpa syukur.

Langkah kontai tanpa arah, membawaku pada peraduan, sebuah usaha menuju pejaman agar esok cepat menyapa. namun itu ternyata bukan ide bagus, karena mata masih terus membelalak tegas. berontak untuk terpejam. bolak-balik bantal, telentang-tengkurap, sebuah usaha yang gagal untuk memaksa mata terpejam. kaget, masih tak percaya, saat si jantan ayam dibalik heningnya malam sudah bernyanyi penuh semangat. meliuk-liukan nadanya dengan kerendahan yang meninggi, seolah mengabarkan pada semesta bahwa ia telah menang mendahului mentari. dasar ayam pejantan, ia selalu menginginkan para betina salut padanya, tentu agar ia banyak dikelilingi betina yang antri minta dikawini.

sungguh kau pejantan yang tak puas tanpa malu. namun disisi lain, kabar pejantan membawa pesan kebenaran. meski masih sedikit gelap namun jarum penunjuk waktu mengarah pada pukul setengah lima pagi. itu berarti malam benar-benar telah menyudahi kisahnya, untuk kesekian kalinya malam terkalahkan oleh pagi dengan kesejukan tanpa dusta.

Mata semakin terbelalak, saat mendapati hari sudah pagi, mentari berangsur membusur melintasi bukit sebelah timur. aih, aku tak tidur lagi ini hari. bergegas menuju kesegaran untuk membasahi wajah, sebab tumpukan tanggung jawab telah menggunung, namun aku hanya bergegas melanjutkan lamunan. sekedar duduk dalam diam melayangkan imajinasi, mengutuki nasib yang tak kunjung berpihak. ini kesekian kalinya aku begini, setelah beberapa hari terakhir. lebih tepatnya setelah berkeliling menenteng beberapa kertas dalam map biru, kertas yang telah menghabiskan separuh hidupku untuk mendapatkannya. kertas ajaib begitu orang biasa menyapanya, namun bagiku tidak ada ajaib-ajaibnya. terlebih kertas yang ku punya hanya bertuliskan Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Nampaknya keputus asaan telah menghampiriku dengan gumam paling pilu. tanpa dendangan bangga aku memilikinya, bahkan jika aku menaruhnya dalam al-mari, tikus pun nampaknya tak tertarik untuk menghampiri kertas itu. wajar kiranya, jika aku selalu ditanggapi dengan gelengan kepala saat aku menyodorkan map biru ku pada orang-orang berdasi dibalik meja mereka. selalu begitu dalam perjalananku yang tanpa arah dari kemarin. dan sekarang, aku begitu putus asa, bahkan sekedar bangun melangkah keluar pun tak ku dapati. semua harapan yang tertata rapih dalam benak sirna sudah, berserakan tak beratur diantara bongkahan-bongkahan pilu.

Mentari sudah beranjak tepat diatas ubun-ubun, melambaikan dengan teriknya yang siap membakar para petani disawah. dan aku masih dalam diamku yang terjaga, menatap kehidupan dari balik tirai asa. aku teringat sesuatu yang tak kalah pilu, tak kalah menambah resah. terlebih ada stempel jelas disana tanggung jawab dan wujud bakti seorang anak. aku takut dinobatkan sebagai anak durhaka, tak kalah menyiksa dengan gelar yang akan dinobatkan padaku sebagai pengangguran sejati. tidak, aku tidak boleh menyerah pada keasaan ini. aku harus bisa bangkit dan kembali melangkah, aku harus bisa.

sebuah usaha untuk menyemangati diri sendiri. menuju langkah beribu harapan, berjuta mimpi, ya,,aku harus bisa. susah payah ku mencoba membangkitkan kembali semangat, namun tetap pada pilihan diam. aku mencoba melangkah, namun rasanya kaki ku begitu ngilu untuk sekedar bergerak. badan ku kaku, kaku selayaknya patung pahlawan yang bertahan dalam posisi hormat. oh bukan, pada posisi duduk sila yang diam dan kaku. yah, begitu. sangat melelahkan.

Matahari, nampaknya sudah mulai lelah. berlahan teriknya memudar, sinarnya merangkak pelan, redup. tak begitu terlihat senja dari jendela asa ini, namun kepastian waktu dengan utusannya tak mungkin berdalih dusta. sebab kini sudah menunjuk pukul setengah enam, tentu pelataran sudah mulai gelap. dan aku, aku masih saja terjaga mematung, masih seputar mengutuki nasib yang tak kunjung membaik.

harapan, impian, semua membeku. dengan langkah malas, sangat malas, aku menghampiri teras, kembali duduk menatap beranda rumah yang sudah cukup gelap. dan begitu hening serta senyap. angin yang biasanya selalu bernyanyi riuh menggerakkan ranting dan dedaunan tak begitu terlihat malam ini, bahkan burung-burung seolah memilih menuju sarangnya lebih awal untuk bercengkrama dengan keluarga mungil mereka. hanya bintang disudut langit barat yang nampak sedikit ramah, mengerlingkan cahaya dengan redup.

Dari fajar tadi, hingga kini saat rembulan kembali merangkak malas, aku masih terjaga dengan keasaan yang pilu. tanpa ucap, tiada gerak bangkit. sementara itu, dari kejauhan semak-semak ilalang, nampak bayang-bayang samar mendekat. sempat bulu kudu berdiri, cemas takut, sebab keadaan begitu sepi senyap, jangkrik pun seolah sedang malas bersorak malam ini. seakan semuanya mengikuti alur langkahku yang mendekati asa, sungguh begitu senyap. aku semakin merinding saat bayang-bayang itu dengan samar berangsur mendekat, jelas betul ia melangkah kesini, kearah beranda rumah, kearah teras aku duduk. berlahan nampak jelas, dibawah remang rembulan terlihat memakai baju putih. langkahnya pelan, namun penuh semangat yang membanggakan. jantungku semakin berdebar, rasanya nafas akan terhenti, sungguh aku begitu merinding dibuatnya.

Sosoknya semakin jelas, saat jarak diantara kami begitu dekat. aku lega, dan spontan bulu kudu turun berlahan, setelah ku dapati sosok itu ternyata Raihan. sepupu jauhku dari ibu. ia seumuran denganku, bahkan dulu kami satu kelas waktu SD. tapi nasib berkata lain diantara kami, ia sekarang sedang menjalani masa-masa investasi masa depan, menjadi salah satu Mahasiswa Kedokteran di Universitas Bandung. tentu ia tidak mungkin akan menjadi salah satu kandidat yang akan dinobatkan sebagai pengangguran sejati seperti ku. ia langsung menyapaku, dan duduk tepat disampingku. sudah hampir tiga minggu ini ia memang dirumah, katanya lagi libur semester selama tiga bulan.

badannya yang tinggi, membuat perbedaan duduk diantara kami begitu jelas, aku jauh kalah lebih pendek darinya. hidupnya penuh semangat, kebanggaan, bahkan impian mulia. menjadi seorang Dokter. "katanya kamu sedang mencari pekerjaan ton?" tanya nya tiba-tiba padaku, aku masih diam menerawang ilalang perkebunan yang menjulang setinggi lutut. "itu, tadi pagi aku baca dikoran ada lowongan di sebuah PT, sebagai OB. kamu mau tidak?sebelum di isi orang lain". aku langsung menatapnya dalam, berisyarat tanya apakah ia sungguh-sungguh. "iya, aku mau. dimana itu han?" jawabku langsung tanpa basa-basi. lalu ia mengeluarkan koran yang dibacanya tadi pagi, menyodorkan padaku. "ini, disini ada alamatnya".

Ternyata kedatangan sepupu jauhku itu hanya untuk memberikan informasi pekerjaan padaku. tentu aku sangat senang bukan kepalang, setelah berminggu-minggu aku melangkah kesana-kemari mencari sebuah pekerjaan dengan hasil yang terus menerus nihil. dan sekarang harapan kembali meletup didepan mata, membangkitkan gairah hidup. terima kasih raihan aku menatap mengamati koran yang diberikan raihan petang tadi. aneh, seharian aku tidak berbuat apapun, bahkan sejak kemarin malam. namun kini, aku benar-benar merasa lelah, capek, serasa badanku remuk redam tak karuan. badanku tergeletak dikasur, lalu terpejam tanpa rencana hingga pagi. masih dengan menggenggam koran yang diberikan raihan semalam.

Sinar mentari yang menerobos paksa masuk lewat celah-celah jendela. memantul pada kaca almari, membuatku kaget terbangun. pagi ini begitu cerah, bahkan mentari begitu bersemangat, terlihat dari bias teriknya yang nyata. dan aku, aku tak kalah semangat darinya. bergegas aku beranjak menuju kamar mandi. bersiap dengan semangat baru untuk langkah penuh harapan.

tanpa banyak pertimbangan, kembali ku raih map biruku, map yang berisi beberapa lembar kertas sakti. untuk kesekian kalinya akan aku coba kesaktian kertas itu. mari kita lihat, seberapa sakti kau kali ini. ku raih juga tas yang sudah sobek di beberapa bagian, dan memasukan koran yang diberikan oleh raihan kemarin. sedikit berlari aku melangkah keluar kamar, dan membanting pintu saking semangatnya. harapan telah membuat semangatku kembali. dan harapan, akan membuatku ditarik menjadi kandidat untuk dinobatkan sebagai pengangguran sejati.

Terik mentari yang sebenarnya sangat panas siang ini, tak begitu mempan menerobos menyengat semangatku  yang membara. karena harapan, yah harapan itu telah mengembalikan semangatku. sepanjang jalan mulutku terus komat-kamit berdoa kepada yang Maha Sakti, agar kali ini Dia menunjukan Kesaktiannya padaku dengan memberikan apa yang aku harapkan. sebuah pekerjaan. langkah ku terhenti pada sebuah PT. SINAR HARAPAN. persis seperti apa yang tertera dikoran, alamatnya pun sama dengan yang tertulis disana.


semoga namanya benar-benar menjelma dalam kehidupan orang macam aku, HARAPAN.

langkah tertatih menuai tapak, mengayun lemas penuh harapan. jantung berdetak cukup kencang saat aku berlahan memasuki halaman. namun dalam ambang pintu masuk, aku dihentikan oleh lelaki kekar berseragam. "selamat siang dik, ada perlu apa yah?" mukanya sangar, badannya tegak tinggi. hitam, berkumis tebal. mungkin hampir seperti pagar sekolahanku dulu. "oh, iya pak siang, ini pak mau melamar kerja" dengan berlagak bos, dia meminta map biruku, membukanya. membolak-balik isi map. lalu alisnya diangkat satu, persis seperti burung emprit yang mengejek mengangkat satu sayapnya sambil jungkir balik terbang. aku diam, berdoa dalam hati agar kali ini aku berhasil mendapatkan kerja.

Dengan langkah tegap, lelaki itu membawa mapku dan mempersilahkanku masuk kedalam ruang dinasnya yang hanya berukuran dua kali dua meter. cukup sempit untuk ukuran lelaki begitu besar. dalam sudut sebelah barat ada sebuah radio dan disisinya tepat disamping kirinya ada sebuah telfon. nampak kecil sekali ganggang telfon itu ditangannya, saat dia berusaha memberitahukan keberadaanku disini kepada bosnya. setelah itu, dia menghela nafas panjang dan menutup telfonnya. hatiku dag dig dug tak karuan, sebab jika kali ini aku tetap bertahan dengan kegagalan, enatahlah akan menjadi manusia macam apa nantinya.


katakan pak, bahwa aku diberi kesempatan untuk mencoba. katakan itu padaku pak. 

"begini dik" aih, aku dipanggil dik lagi, anak kecilkah aku. tapi tak ku pedulikan itu semua, hanya ada satu dalam dadaku saat ini, HARAPAN. "iya pak" dengan penuh semangat harapan aku menanti kata iya dari lelaki bertubuh kekar itu. "tadi saya habis menelfon pak Darmawan, bagian ketenaga kerjaan diperusahaan ini. katanya minggu kemarin memang ada lowongan buat OB, dan sekarang berkas ini saya minta agar nanti bisa diseleksi sama beliau dengan yang lainnya. besok dikabari lagi untuk informasi selanjutnya" sungguh aku girang bukan main, senangnya minta ampun.

sampai aku ciumi tangannya lelaki yang sangat besar itu. "terima kasih pak. terimakasih" namun nampaknya lelaki itu nampak risih dengan sikapku yang berlebih itu. kemudian ia pun langsung menarik tangannya. "i..iya dik, iya..sama-sama, saya juga senang bisa membantu" ucapnya masih dengan gaya bos itu. tak ku hiraukan lagi.

Aku berpamitan keluar, dengan wajah berseri penuh kebahagiaan. sebenarnya aku sadar bahwa ini belum akhir keputusan kalau aku akan dapat pekerjaan. tapi yang pasti aku begitu senang. lagi pula aku punya harapan, dengan itu aku tak perlu takut akan esok hari. tentu selagi aku menggenggam harapanku dengan erat, selayaknya harapan itu menyapaku kemarin malam. terbukti sekarang, Tuhan sedikit memberiku kesempatan untuk mengintipnya. walau hanya sedikit.

dan yang pasti aku tidak akan naik podium menjengkelkan, sebagai kandidat yang akan dinobatkan sebagai pengangguran sejati. karena aku sudah bukan pengangguran, karena aku mempunyai pekerjaan. dengan harapan ini, aku akan terus menjaga semangatku, menjadikan diriku sebagai tumpuan hidup tanpa sebuah asa. hampir sepanjang jalan aku terus bersiul tak jelas berisyarat nyanyian apa dan siapa. tapi yang jelas, sebuah siulan bahagia, sebuah siulan semangat baru dengan HARAPAN. dan dengan harapan, aku punya keyakinan bahwa AKU BUKAN BAGIAN DARI KALIAN YANG AKAN MENAIKI PODIUM sebagai kandidat yang dinobatkan menjadi pengangguran sejati.

"HARAPAN, ia akan terus menuntunmu menuju jalan-jalan baru. dan HARAPAN, ia mampu memberimu nyawa semangat baru secara terus menerus, karena ia akan selalu mengarahkanmu pada sebuah mimpi. dari sana akan ada i'tikad mulia dari dalam jiwa untuk terus bersemangat menggapainya"

2 comments:

  1. Benar-benar sebuah cerpen yg penuh makna... Dihiasi dengan bahasa-bahasa yg sangat indah dan banyak mengandung makna konotasi, asyik banget gan, hehehe, I like it, keep writing, o iya, tukaran link yuk (banner)... Link sobat sudah terpasag di blog ane, silahkan cek di sini. Ane tunggu pemasangan banner blog ane ya...

    Salam positif dari Fahri's Articles

    ReplyDelete
  2. terima kasih gan...

    oke oke dengan senang hati...
    salam pena dari Bocah Pengembara 

    ReplyDelete