Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

13 December 2011

Harapan dalam Ejaan Bocah

CERPEN
oleh: Ghomy


Aku hanyalah bocah yang berkelana tanpa tujuan, entah sejak kapan aku memulai kisahku. aku tak tahu pastinya. sebab sejak ingatanku bekerja, aku sudah berada dalam lingkaran ini. orang-orang dengan pakaian compang-camping, berkeliaran setiap hari, dan saat menjelang malam mulai lah orang-orang sekitar ku berbondong-bondong menuju kolong jembatan, tentu untuk mencari tempat memejamkan mata dan berbaring. kalau pun ada yang munuju rumah, namun itu hanya lah hasil dari susunan kardus-kardus bekas yang di tata selayaknya kubus tak teratur.

bagaimana mungkin itu pantas disebut rumah, bagiku itu bukan lah rumah. melainkan hanya tumpukan kardus yang disusun untuk berlindung menghilangkan sedikit rasa dingin. dan aku, aku tak pernah punya tempat yang pasti untuk tidur. kadang di emperan toko, tak jarang juga di pinggir jalan. yang pasti tak ada satu pun dari tempat itu yang nyaman bagiku. semua serba ala kadarnya, yang terpenting bisa untuk melepaskan lelah dan memejamkan mata. dan kadang juga aku tertidur di tempat juragan ku.

Dan saat mentari menyongsong dengan terik yang cukup panas, aku mesti melanjutkan kelana ku. menyusuri tempat-tempat pembuangan limbah sampah, atau sekedar berjalan menyusuri pemukiman, atau bahkan di pasar-pasar tradisional. tentu dengan bekal besi kecil yang agak runcing dan sedikit di bengkokan di bagian ujung, dan tak ketinggalan juga keranjang yang dibekali oleh juragan yang biasa membeli hasil pencarianku. begitu lah kehidupan ku sehari-hari, seorang bocah yang selalu mencari dan mencari tanpa ujung. satu hal yang selalu aku hindari dan sedikit membencinya. yaitu saat aku melangkahkan kaki, namun dalam sebuah gang atau jalan tertentu ada terpampang jelas disana sebuah ultimatum yang melarang bocah seperti ku memasuki area itu. entah sejak kapan rambu-rambu itu diresmikan namun jika aku ngotot melanggarnya, aku bisa babak belur dihajar orang sekampung. padahal aku bukan pencuri atau pun garong. karena itu lah aku selalu menghindar jika ada rambu-rambu itu.


Dulu bocah seperti ku ada yang nekad masuk, begitu keluar dari sana sudah bener-bener benjut. bahkan dinaikan mobil lalu dibawa ke kantor polisi. entah lah, aku pun tak begitu tahu tentang semua ini.

Sekarang sudah memasuki bulan Ramadhan, dan sebentar lagi akan menuju Hari Raya Idul Fitri. yang merupakan hari kemenangan bagi seluruh umat Muslim di seluruh dunia. bocah-bocah seusia ku akan mendapatkan banyak hadiah, pakaian baru, kemudian di ajak jalan-jalan oleh orang tua mereka. rasa-rasanya menyenangkan sekali, tapi nampaknya bocah yang mujur itu bukan lah aku. 

lebaran atau pun bukan buatku tetap lah sama saja, sendiri. namun saat lebaran biasanya tempat tidurku jauh lebih banyak, karena banyak toko yang tutup. tapi aku, aku tetap lah bocah yang berkelana sendiri, jangankan di belikan baju baru dan jalan-jalan selayaknya bocah seumuran ku, sekedar untuk mencium tangan orang tua meminta maaf pun aku tidak memiliki kesempatan. bahkan aku tidak tahu seperti apa wajah orang tua ku. sebab, sejak daya ingatku bekerja aku sudah berada disini, sendiri, hanya dengan mereka yang sama seperti ku.

Saat pagi menjelang, aku segera terperanjat bangun. takut-takut pemilik toko sudah bangun, maka aku akan di tendang dan kena omelan tentunya. aku segera beranjak menyusuri jalanan yang masih cukup dingin, tapi kebiasaan nampaknya telah membuat diri ku sedikit kebal. kalau pun aku merasa dingin, juga harus ku tahan, paling sekedar membakar sampah-sampah kertas.

Aku terus melangkah menuju tempat juragan ku, sembari melingkarkan kedua tangan pada dada. sesekali aku berpapasan dengan orang-orang yang hendak melakukan sholat subuh, atau ibu-ibu yang berjalan sedikit tergesa-gesa dengan menenteng tas plastik, mungkin hendak ke pasar. aku terus melangkah, aku tertidur lumayan jauh dari tempat juragan ku itu. jalanan mulai ramai dengan lalu-lalang kendaraan berbagai merk yang entah apa. berangsur pelan, pandangan yang masih samar, terlihat di atas papan nama MALL RONGSOKAN. itu berarti tempat juragan Darmo, orang yang memberi bocah seperti ku pekerjaan. orangnya memang agak sedikit suka narsis, maka jangan heran jika nama gudang rongsokannya itu begitu nyentrik.

Segera aku memasuki gudang itu, disana sudah ada beberapa orang yang sedang mengobrol dengan juragan darmo. mungkin mau minjem duit, atau sekedar negoisasi barang-barang rongsokan yang banyak. aku tak tahu lebih tepatnya. "hei...pondel, sini." suara juragan darmo memenuhi ruangan saat memanggilku. hanya dia yang memanggilku dengan nama itu, selain dia tak ada. kebanyakan orang di sekitarku lebih sering memanggilku tegar, nama itu lah yang sejak dulu sudah melekat padaku. tapi apalah arti sebuah nama buat bocah seperti ku. tak akan mampu merubah keadaan ini. aku menghampiri juragan darmo, "iya,,gan, ada apa" matanya cukup tajam saat memandangku, tak kunjung ia berkata apa pun. hanya pandangan penuh selidik menatapku curiga, aku hanya diam sambil menunduk.

Cukup lama juragan darmo diam, dan aku apa lagi. dalam dialog kami biasanya aku hanya mengeluarkan dua kata, 'ya atau tidak' itu saja. bahkan terkadang hanya sebuah isyarat, gelengan atau sekedar mengangguk. Aku cukup tegang saat seorang lelaki disamping juragan darmo menatapku penuh selidik. Pakaiannya tidak terlalu kumal, jika dari penampilannya nampaknya bukan orang jahat. Namun tatap matanya itu, tatap matanya membuatku gemetar. "siapa namamu?" lelaki itu bertanya padaku sambil membelai rambutku penuh kasih. belum pernah aku mendapatkan perlakuan seperti ini sebelumnya, dari siapapun. sejak kecil aku hanya dirawat oleh orang sepertiku, babeh adul. begitu biasa kami menyebutnya.

"kok diam?" tegas lelaki itu lagi. "e..e..nama sa..ya..tegar" jawabku terbata. "oke tegar, jangan takut. saya tidak akan menyakitimu" sambung lelaki itu lagi, dengan belaian yang tak kalah menenangkan. namun aku masih saja takut, gemetar, tegang.

"loe..gak usah takut gitu ndel. dia ini berniat baik sama loe...harusnya loe seneng" kali ini juragan darmo turut menimpali ucapan yang mengaung diseluruh ruangan. aku masih tertahan dalam diamku, bingung. "oke...sekarang gini aja. ndel...dia ini berniat membawa loe pergi dari sini. nanti segala macam kebutuhan loe akan ditanggung olehnya, loe gak perlu lagi jadi tukang rongsok disini, loe akan sekolah, loe akan mendapatkan semua yang loe mau. faham?" ucapan juragan darmo kali ini sungguh membuat persendianku serasa tak kuat menopang badan. senang, gembira, dan rasa tak percaya. semua menyatu dalam adonan perasaan seorang bocah sepertiku. inikah keberuntungan itu yang sering diucapkan oleh babeh adul.

diantara bocah lain, aku lah yang sering mengeluh akan perubahan hidup. pada juragan darmo, pada babeh adul. bahwa aku ingin sekolah, aku ingin menjadi bocah yang bisa mengeja aksara. aku ingin bisa hidup tanpa sampah dan barang-barang rongsokan, aku ingin punya harga diri didepan dunia. dan kesempatan itu sekarang datang didepan mata tanpa aba-aba, tanpa peringatan, oh Tuhan...mimpi apa aku semalam. kecamuk dalam fikiranku terus menyeruak dengan berbagai pertanyaan, semua berlandaskan satu, TAK PERCAYA.

"ndel..pondel...woy..." aku terdongak kaget saat tangan besar mendarat tepat diatas kepala ku. ya tangan juragan pondel. "bengong aja loe...bukannya selama ini loe yang katanya ingin sekolah..?" tambahnya lagi.
"i..ya..gan..." kata terbata akhirnya keluar dari mulutku..."benarkah itu semua pak.." tanyaku pada lelaki yang berdiri disamping juragan darmo. tanpa jawab ucap, lelaki itu hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. spontan aku langsung menghampiri lelaki itu, memeluknya penuh harapan dan rasa terima kasih tiada tanding. bahkan seorang bocah sepertiku mampu meneteskan air mata.


Meskipun masih dalam kubangan rasa tak percaya, langkahku tercipta. mengikuti kemana lelaki tadi melangkah, didepanku kini terdapat secercah harapan yang bebinar. walau masih redup, setidaknya ada harapan yang menuntun. perjalananku, perjalanan seorang bocah dalam memaknai sebuah harapan sepertinya memang tak jauh dari yang biasa dunia sebut "keberuntungan". semoga banyak bocah sepertiku yang mampu menyapa harapan hidupnya.

0 komentar:

Post a Comment