Entah,
ada apa sesungguhnya dengan kehidupan ini kawan. Semua tampak begitu samar,
abu-abu tak jelas. Esensi kian terlupakan oleh gaya hidup model kebaratan.
Kebebasan yang disalah artikan atau mungkin kebebasan yang kebablasan. Terjadi
multi tafsir dalam banyak perspektif pemikiran masing-masing individu tentang
makna kebebasan.
Bagiku,
saat usia kian menjumpai kematangan dalam hitungan statisik angka. Kesiapan
untuk melangkah menuju masa depan justru semakin tiada. Bahkan seolah dalam
setiap langkah ku dapati keragu-raguan yang kian nyata.
Apa
kelak aku akan sukses..??
Apa
kelak aku akan bahagia..??
Apa
kelak akan ku jumpai mimpi-mimpi ku..??
Atau
justru aku akan terpental dari mimpi-mimpi ku yang sudah lama ku susun. Aku
sungguh tak tahu. Dan aku juga di liputi rasa takut yang teramat sangat. Apakah
ketakutan ku ini berlebih? Padahal semua belum terjadi. Entahlah.
Bukan
kah masa depan hanya sebuah ilusi yang tercipta atas dasar buah fikir kita.
Agar langkah-langkah yang dilakukan kian tersistematis. Dan tentu memiliki
tujuan. Lalu apa sesungguhnya kehidupan ini. Sekedar pengembaraan kah, atau
sekedar perjalanan dalam menguak teka-teki yang tersimpan di dalam bumi. Kenapa
justru saat-saat kedewasaan mulai dikatakan matang aku merasa semakin
terjerembab dalam lumbung ketakutan yang tak menentu.
Akh,
apa aku ini terlalu idealis kawan. Sedang sejatinya aku hanya berusaha mengisi
ruas-ruas kekosongan yang kian hari terasa semakin hampa. Dan anehnya, aku
bahkan tak mengerti tentang kehampaan tersebut bersumber atas dasar apa.
Apakah
kehampaan yang ku rasa berkaitan dengan hubunganku dengan Tuhan yang serasa
semakin buruk. Termasuk kewajaran-kewajaran yang ku asumsikan berdasarkan
logika, sedangkan jika dapat ku tarik pada ajaran agama kewajaran tersebut
merupakan momok dari implementasi dosa. Lagi-lagi tak ku ketemukan jawab atas
risauku. Juga tak ku dapatkan penerangan akibat buah fikirku yang kian
menggulita.
Lalu,
benarkah hal ini akan ku biarkan melaju tenang pada trek kehidupan yang kian
bercabang tak tentu. Aku juga tak tahu kawan.
Ah,
mungkin benar adanya. Biar ku sampaikan risau ini pada dawai angin yang
mengembang. Biar ku sampaikan juga pada lelembutan ombak laut yang kian keruh.
Biarkan, biar semua menjadi saksi kehidupan semesta yang nantinya bakal hancur
berdasarkan sangkakala. Tetap, semua berdasarkan kehendak Sang Dalang
Kehidupan, Tuhan.
0 komentar:
Post a Comment