Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

29 March 2013

Nasib Saudara Tiri Dalam Negri yang Katanya Agraris


Dalam beberapa bulan bulan yang lalu, masyarakat sempat dipusingkan oleh mahalnya harga daging Sapi. Hal tersebut disinyalir akibat melonjaknya permintaan daging Sapi saat lebaran haji/idul Adha. Setelah harga daging berangsur stabil, bukan berarti masyarakat dapat bernafas lega. Pasalnya pada akhir-akhir ini giliran bawang merah dan bawang putih yang merajai harga pasaran. Bahkan pada akhir pekan lalu, harga bumbu dapur yang masih saudara tiri itu mencapai 70rb/kg.

Kelonjakan harga yang terjadi disebut-sebut banyak pihak merupakan akibat dari kelangkaan barang itu sendiri. Mengingat banyak petani yang mengalami gagal panen, setelah tanaman bawang mereka diserang oleh hama. Tentu dalam hal ini banyak pihak yang merasa dirugikan, mulai dari petani, pedagang maupun ibu rumah tangga sendiri.

Namun kemarin dalam sebuah pemberitaan harga dari dua jenis bumbu dapur yang sempat dijadikan tokoh dalam serial film itu dikabarkan sudah berangsur turun setelah adanya pengijinan pemerintah terhadap impor bawang. Lantas benarkah hal tersebut menjadi sebuah solusi paling mutakhir? Dan dimanakah pertiwi kita yang katanya agraris? Sementara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dalam hal ini bawang merah dan bawang putih kita harus impor dari Negara tetangga.

Artinya, apakah benar bahwa hal itu merupakan satu-satunya solusi yang bisa diupayakan pemerintah. Sementara pemberdayaan dalam sektor pertanian yang kita punya justru dinafikan adanya. Jelas hal tersebut bukanlah satu-satunya sebuah solusi, sebaliknya hal itu merupakan ancaman berat bagi petani, khususnya petani bawang. Sebab dengan adanya kebijakan impor bawang tak lain justru mempersempit ruang bagi petani untuk mengembangkan pertaniannya. Dimana produk mereka harus bertarung dalam regulasi pasar yang seperti monster (siap menggilas kapan saja), sementara dalam system produksi mereka meski kembang kempis menghadapi mahalnya harga pupuk, perampasan tanah (sebagai alat produksi), hingga tindakan-tindakan represif. Maka jika para petinggi kerap kali menggembor-gemborkan kesejahteraan, entah kesejahteraan seperti apa yang mereka maksud, kesejahteraan rakyat kah? Atau kesejahteraan diri mereka sendiri?.

Lantas masihkah kita yakini bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang subur, bangsa yang bahkan dalam celah batu pecah sekalipun mampu memberi ruang kehidupan bagi tumbuhan. Sementara dalam kenyataannya kita melakukan impor bawang merah dan bawang putih, yang pada dasarnya kita sama-sama tahu bahwa kedua saudara tiri tersebut jelas sanggup dan sangat mungkin untuk tumbuh ditanah Indonesia.

Seperti apapun itu, sebagai bagian dari bangsa yang katanya makmur ini. Tentu menjadi harapan kita semua agar pemerintah lebih mempertimbangkan terhadap dampak-dampak dari setiap kebijakan yang dikeluarkannya. Apakah hal itu benar-benar menyejahterakan atau justru menyengsarakan rakyatnya. Yang pasti kebenaran akan selalu mencari jalannya sendiri, meskipun harus melalui lobang semut yang sempit. Rakyat akan sampai pada tingkat kecerdasannya sendiri, untuk memilah mana itu kesejahteraan dan mana itu penindasan.

2 comments:

  1. kebijakan pemerintah terkadangan memang menyengsarakan rakyatnya. bener bgt kawan terkait melambungnya harga bawang merah ini, tp coba tengok beberapa pasokan dari luar yg terus masuk (sebab sebelumnya sudah ada kontrak) gak mgkin pemerintah mengCancel. bisa jg ini ada hubungannya sama ulah tengkulak (sebab daerahku lumayan stabil dr yg lain)

    ReplyDelete
  2. yups..
    padahal, jika dalam teori ekonomi Adam Smith: dalam mekanisme pasar (penentuan harga) disitulah ada tangan Tuhan. sebab mekanisme tersebut benar2 terjadi dalam akad pertukaran, namun sekarang berbeda pemerintah justru ingin menjadi tangan Tuhan tersebut.
    yah, persoalan ini permaianan tengkulak atau bukan yg jelas ada pemain lama.

    ReplyDelete