Andrea Hirata atau Andrea Hirata Seman Said Harun (lahir
di Belitung, 24 Oktober 1967; umur 45 tahun) adalah novelis yang telah
merevolusi sastra Indonesia. Ia berasal dari Pulau Belitung, provinsi
Bangka Belitung. Novel pertamanya adalah novel Laskar Pelangi,
novel sastra yang paling laris di Indonesia dari tahun 2006 sampai
sekarang. Laskar Pelangi dijadikan hadiah ulang tahun, bahan pidato
pengukuhan seorang guru besar, tesis dan desertasi, mas kawin
mendampingi Al-Qur’an-kitab suci umat Islam, dijadikan soal ujian
nasional Bahasa Indonesia untuk para pelajar Indoensia, dan didiskusikan
di mesjid-mesjid, gereja-gereja, dan oleh berbagai macam agama sebagai
rujukan toleransi dan bentuk baru kesepahaman antar agama, suku, dan
ras.
Kemampuan novel Laskar Pelangi untuk memukau anak-anak kecil berusia 7
tahun sampai pada professor-professor universitas berusia 70 tahun, dan
menggapai seluruh kalangan baik secara sosial ataupun reliji adalah
kemampuan misterius yang dimiliki Andrea Hirata. Novel Laskar Pelangi telah menginspirasi jutaan orang Indonesia dan
merupakan novel yang paling banyak pula diadaptasi menjadi berbagai
bentuk seni lainnya, seperti film, lagu-lagu, dan drama musikal.
Andrea Hirata menghasilkan tetralogi novel, yaitu :
Andrea Hirata menghasilkan tetralogi novel, yaitu :
- Laskar Pelangi
- Sang Pemimpi
- Edensor
- Maryamah Karpov
Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin.
Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan
Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil,
ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.
Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.
Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah.
Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang yang sangat menginspirasi hidupnya. “
Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut.
Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah
“Andrea diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis Presley tidak membalas suratnya,” ungkap Andrea.Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap memiliki impian dan mimpi-mimpi di masa depannya.
Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.
Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah.
“Saya menulis buku Laskar Pelangi untuk Bu Muslimah,” ujar Andrea dengan tegas kepada Realita.Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak lain karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tak berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang pegawai rendahan. “Novel yang saya tulis merupakan memoar tentang masa kecil saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang,” tutur Andrea yang memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah sekolah miskin ini.
Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang yang sangat menginspirasi hidupnya. “
Perjuangan kami untuk mempertahankan sekolah yang hampir rubuh sangat berkesan dalam perjalanan hidup saya,” ujar Andrea.Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Tak heran, ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah,” ungkap penggemar penyanyi Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret-coret kertas untuk belajar menulis cerita.
Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut.
Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah
Berkat otaknya yang
cemerlang, Andrea lulus dengan status cum laude dan mampu meraih gelar
Master Uni Eropa. Sekembalinya ke tanah air, Andrea bekerja di PT Telkom
dan Mulailah ia bekerja sebagai seorang karyawan Telkom. Kini, Andrea
masih aktif sebagai seorang instruktur di perusahaan telekomunikasi
tersebut. Selama bekerja, niatnya menjadi seorang penulis masih
terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis semakin menggelora setelah
ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban tsunami. “Waktu itu
saya melihat kehancuran akibat tsunami, termasuk kehancuran
sekolah-sekolah di Aceh,” kenang pria yang tak memiliki latarbelakang
sastra ini.
Kondisi sekolah-sekolah yang telah hancur lebur
lantas mengingatkannya terhadap masa lalu SD Muhamadiyah yang juga
hampir rubuh meski bukan karena bencana alam. Ingatan terhadap sosok Bu
Muslimah pun kembali membayangi pikirannya. Sekembalinya dari Aceh,
Andrea pun memantapkan diri untuk menulis tentang pengalaman masa
lalunya di SD Muhamadiyah dan sosok Bu Muslimah. “Saya mengerjakannya
hanya selama tiga minggu,” aku pria yang berulang tahun pada 24 Oktober
ini.
Naskah setebal 700 halaman itu lantas digandakan menjadi 11
buah. Satu kopi naskah tersebut dikirimkan kepada Bu Muslimah yang kala
itu tengah sakit. Sedangkan sisanya dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya
dalam Laskar Pelangi. Tak sengaja, naskah yang berada dalam laptop
Andrea dibaca oleh salah satu rekannya yang kemudian mengirimkan ke
penerbit.
Bak gayung bersambut, penerbit pun tertarik untuk menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember 2005, buku Laskar Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi. Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi menjadi bahan pembicaraan para penggemar karya sastra khususnya novel. Dalam waktu seminggu, novel perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan dalam kurun waktu setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat ini, Laskar Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta eksemplar.
Bak gayung bersambut, penerbit pun tertarik untuk menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember 2005, buku Laskar Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi. Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi menjadi bahan pembicaraan para penggemar karya sastra khususnya novel. Dalam waktu seminggu, novel perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan dalam kurun waktu setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat ini, Laskar Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta eksemplar.
Penjualan Laskar Pelangi
semakin merangkak naik setelah Andrea muncul dalam salah satu acara
televisi. Bahkan penjualannya mencapai 20 ribu dalam sehari. Sungguh
merupakan suatu prestasi tersendiri bagi Andrea, terlebih lagi ia masih
tergolong baru sebagai seorang penulis novel. Padahal Andrea sendiri
mengaku sangatlah jarang membaca novel sebelum menulis Laskar Pelangi.
Sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea kemudian kembali meluncurkan buku
kedua, Sang Pemimpi yang terbit pada Juli 2006 dan dilanjutkan dengan
buku ketiganya, Edensor pada Agustus 2007. Selain meraih kesuksesan
dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih penghargaan sastra
Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada tahun 2007.
Lebaran
di Belitong. Kini, Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya menulis
dan menjadi pembicara dalam berbagai acara yang menyangkut dunia sastra.
Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai seorang
penulis. Namun demikian, beberapa pihak sempat meragukan isi dari novel
Laskar Pelangi yang dianggap terlalu berlebihan. “Ini kan novel, jadi
wajar seandainya ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang
memiliki impian tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia yang
terletak di pegunungan Himalaya. Kesuksesannya sebagai seorang penulis
tentunya membuat Andrea bangga dan bahagia atas hasil kerja kerasnya
selama ini.
Meski disibukkan dengan kegiatannya yang cukup menyita waktu, Andrea masih tetap mampu meluangkan waktu untuk mudik di saat Lebaran lalu. Bahkan bagi Andrea, mudik ke Belitong di saat Lebaran adalah wajib hukumnya. “Orang tua saya sudah sepuh, jadi setiap Lebaran saya harus pulang,” ujar Andrea dengan tegas. Di Belitong, Andrea melakukan rutinitas bersilaturahmi dengan orang tua dan kerabat lainnya sembari memakan kue rimpak, kue khas Melayu yang selalu hadir pada saat Lebaran. Kendati perjalanan ke Belitong tidaklah mudah, karena pilihan transportasi yang terbatas, Andrea tetap saja harus mudik setiap Lebaran tiba. Terlebih lagi, bila ia tak kebagian tiket pesawat ke Bandara Tanjung Pandan, Pulau Belitong, maka mau tak mau Andrea harus menempuh 18 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.
Meski disibukkan dengan kegiatannya yang cukup menyita waktu, Andrea masih tetap mampu meluangkan waktu untuk mudik di saat Lebaran lalu. Bahkan bagi Andrea, mudik ke Belitong di saat Lebaran adalah wajib hukumnya. “Orang tua saya sudah sepuh, jadi setiap Lebaran saya harus pulang,” ujar Andrea dengan tegas. Di Belitong, Andrea melakukan rutinitas bersilaturahmi dengan orang tua dan kerabat lainnya sembari memakan kue rimpak, kue khas Melayu yang selalu hadir pada saat Lebaran. Kendati perjalanan ke Belitong tidaklah mudah, karena pilihan transportasi yang terbatas, Andrea tetap saja harus mudik setiap Lebaran tiba. Terlebih lagi, bila ia tak kebagian tiket pesawat ke Bandara Tanjung Pandan, Pulau Belitong, maka mau tak mau Andrea harus menempuh 18 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.
Perasaan bangga
dan bahagia semakin dirasakan Andrea tatkala Laskar Pelangi diangkat
menjadi film layar lebar oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. “Saya percaya
dengan kemampuan mereka,” ujarnya tegas. Apalagi, film Laskar Pelangi
juga sempat ditonton oleh orang nomor satu di negeri ini, Susilo Bambang
Yudhoyono beberapa waktu lalu. “
Kini Laskar Pelangi memiliki artikulasi yang lebih luas daripada sebuah buku. Nilai-nilai dalam Laskar Pelangi menjadi lebih luas,” tutur AndreaMenjadi seorang penulis novel terkenal mungkin tak pernah ada dalam pikiran Andrea Hirata sejak masih kanak-kanak. Berjuang untuk meraih pendidikan tinggi saja, dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan perjuangan dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai penulis memoar kisah masa kecilnya yang penuh dengan keperihatinan.
Refrensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Andrea_hirata
http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/10/biografi-andrea-hirata-penulis-novel.html
0 komentar:
Post a Comment