Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

19 May 2013

Ketika Kematian Menyapa Gotong & Royong #1

Ilustrasi


Dalam sebuah ranjang berkelambu putih, Gotong masih tergeletak lemas. Dalam benaknya masih menyimpan jutaan tanya bahkan masih tak percaya. Bahwa ia akan benar-benar dipisahkan dengan saudaranya, Royong. Dia kembali mengingat, saat mereka berdua didatangi oleh sosok yang mengatasnamakan pembangunan. Manis, semua yang dikemukakan seolah manis. “aku datang, datang pada kalian berdua dengan tujuan mempererat hubungan kalian” ucapnya dengan nada penuh keyakinan. “kami sudah terlalu dekat, bahkan kami merasa kami adalah satu” ucap Gotong bersamaan dengan Royong.

Namun, entah dengan mantra apa sosok itu terus saja komat-kamit tak menentu. Sosok yang mengatasnamakan pembangunan mulutnya berbusa-busa, suaranya berapi-api, bahkan semesta kala itu seolah turut yakin kalau mereka harus dipisahkan.

Rerumputan, bambu-bambu, sengon, ayam, cicak, tak terkecuali manusia seolah mengamini. Entah, barang kali itu efek dari mantra yang seolah tak kunjung berhenti dilafadzkan oleh si Pembangunan. Gotong terdiam, Royong memeluknya erat, sangat erat.

 
Semantara sekarang, dibalik kelambu putih, diatas ranjang yang merupakan saksi dari kesaksian sejarah panjang. Gotong, masih membisu tak percaya. “dimana kau, saudraku” lirih, Gotong bergumam dalam ketahanan menahan perihnya kerinduan.

“sungguh, aku hanyalah sampah tak berguna tanpamu” dia bergumam lagi.

“bukankah kita adalah satu, tentulah tanpamu aku juga tak ada” dia masih bergumam. Sendiri, tak ada siapapun disana.

“hahaa…ini adalah keniscayaan, yah keniscayaan. Dan hanya sampai disitu, lalu selesai kemudian tamat” 
tiba-tiba dinding ikut bergumam. 

Tidak-tidak, itu adalah kutukan. Tawa itu, kalimat itu, adalah kutukan. Kutukan bagi Gotong yang terlontar dari dinding.

“apa maksudmu” seringai Gotong menantang.

“hahaa..ternyata kau masih belum paham” umpat dinding.

“bagaimana aku bisa paham, sementara kau hanya mengumpat tanpa memahamkan” Gotong membela.

“kau sudah mati, kau sudah tak ada. Semua selesai, tamat dibalik cerita pembangunan pada khalayak” kemudian dinding kembali mengumbar tawa.

“kau sudah mati, mati. Kau sudah tak ada, tak seorangpun menganggapmu ada. Hahaa kau sudah mati” kalimat itu terus menggelegar memenuhi seantero ruangan. Menggema, berpantul-pantul terus dalam kutukan mengejek. Dan selalu, diakhiri dengan tawa bahak yang menjengkelkan.

Ranjang berdecit-decit, saat Gotong mencoba bangun dengan sisa-sisa kekuatan. Ia sangat jengkel dan berusaha mematahkan dinding yang menurutnya tidak tahu apa-apa. Namun, setiap kali ia berusaha bangun dan berdiri, saat itu juga ia kembali ambruk menimpa ranjang. Tersengal-sengal dalam amarah yang tertahan tanpa ditumpahkan.

Ia marah, ia jengkel, tapi ia juga tak mampu berbuat apa-apa selain diam dihujam ejekan dinding yang menghunus jantung. Meskipun sebenarnya ia lebih memilih mati, sebab baginya kematian jauh lebih membahagiakan dari pada harus sekarat yang kunjung disapa kematian.

Keputus asaan mulai tercermin dari raut Gotong, mukanya muram tak menentu. Terlebih nasib saudaranya yang tak kunjung ia ketahui bagaimana. Ia belajar bertahan, tapi saat pembelajaran itu juga ia mengenal amarah mendendam.

Namun akhirnya Gotong tersadarkan, siapa ia sesungguhnya yang tak lain merupakan sosok keabadian kehidupan bermasyarakat. Ia merasa bahwa ia adalah simbol kerukunan yang harus tetap ada dan nyata dalam dialektika bermasyarakat. Dan Gotongpun dengan sempoyongan mencoba bangkit untuk berjuang.

9 comments:

  1. ini keren. membahas gotong royong yg telah pudar dgn cara yg berbeda *kasih 2 jempol*

    ReplyDelete
  2. Anonymous20 May, 2013

    Wow, wow, wow, hebat bisa buat cerita seperti ini :D

    ReplyDelete
  3. terimakasih sudah neng zulfa, dan buat dua jempolnya. :D

    ReplyDelete
  4. wah..bang lukman masih biasa ini bang mencoba melihat realita didekat kita.. :D salam kreatifitas bang.

    ReplyDelete
  5. dan bang genfruz, tampilan blognya keren bang..terimkasih sudah mampir disini.. :D

    ReplyDelete
  6. bahasanya loh salut keren ....enyong suka kiee.. tulisan

    ReplyDelete
  7. welaah...ana tamu adoh kie, kan cilacap. monggo kang dipun koreksi. :D

    ReplyDelete