Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

13 November 2013

November Yang Basah

Mendung yang basah, hujan biasanya memang terlahir sana.

Selayaknya sembilu masa lalu yang kadang menyayat pilu hati pendo'a

Begitulah ulah sang waktu, November kerapkali dibuat tanpa purnama
namun juga tak cemberut,
Sebab pak tani mampu kembali menanam, menabur, barangkali memanen di
Desember berikutnya.

Saat dimana malam tanpa purnama, saat dimana parfum semesta tercipta
dari bebauan tanah basah, saat itulah burung bercicit mengabarkan
Hujan November telah mengetuk pintu, memohon melangkah lebih jauh.

Hujan November, tidak hanya purnama yang sering menghilang
Tapi juga semburat cahaya yang menabur bintang.

Hujan November, meskipun banyak senyum menyimpul kegirangan pemanen.
Tak ayal air mata juga menderas di pori pipi bocah yang rumahnya
tenggelam.

Dan

Barangkali begitulah keadilan, hubungan keadaan yang saling terkait.
Saling menghubung dua sisi yang jelas berbeda. Tuhan memang misterius
dan selalu berhak atas apa yang terjadi.

Hujan November, menyulam cerita dari kisah yang belum rampung.
Menjadikan basah sebagai rangkaian dari BAB sebelumnya tentang Juli
yang kering.

Karena inilah November, proses waktu menggagahi ruang dan dimensi yang
berbeda dalam keintiman masa. Tanpa purnama November akan tetap melaju
menjemput Desember.


Yogyakarta, Persimpangan subuh dalam November yang basah.

0 komentar:

Post a Comment