Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

31 October 2014

Pagi ini, dibalik Gedung Mewah itu

Mungkin masih terlalu pagi bagi sebagian orang, namun biar
bagaimanapun namanya tetap pagi. Diluar sana banyak manusia sudah
beranjak dan beraktifitas untuk mengalahkan kantuk. Beberapa
diantaranya mungkin saja seorang perempuan renta yang sedang
menyiapkan barang dagangan di pasar. Atau seorang lelaki paruh baya
yang siap siaga dengan becaknya di depan stasiun, terminal bahkan
bandara. Siapa tahu? Bukankah dalam satu putaran waktu saja ada begitu
banyak aktifitas yang bergulir di dunia ini?. Jangan tanyakan kenapa,
pendapatku hanya melihat dari segi umumnya manusia saja.

Namun nyatanya aku hanya tergeletak malas menatap televisi (red:
jangan ditiru). Gonta-ganti chanel siaran, hampir semua berita sama
yaitu mengenai "tukang sate" yang ditangkap pihak berwajib lantaran
dianggap melakukan pelanggaran pencemaran nama baik presiden Jokowi
Widodo. Selebihnya mengenai gontok-gontokan para anggota dewan yang
(terkesan) berebut benar. Yah, entah ini hanya perasaanku saja atau
bukan. Namun seolah konten berita televisi itu-itu saja dari semalam.
Hingga pagi ini dari keseluruhan berita yang disuguhkan, dua konten
tersebut nampaknya masih menjadi primadona pemberitaan.

Ah, bahkan aku ikut-ikutan membahasnya disini. Maaf jika tulisan ini
justru menambah daftar kejengkelan dihati pembaca sekalian. Karena
disini aku juga bukan untuk memberikan pencerahan terkait hal
tersebut. Mungkin alasannya sama seperti para pembaca sekalian, bahwa
tulisan ini juga terlahir dari rahim "kemuakan" yang telah dibuahi
oleh "kejengkelan". Jadi jangan heran apalagi terkesan, sebab ini
hanya celoteh anak haram (red:tulisan) yang ba-bi-bu serta ini-itu
tanpa kejelasan. Sekali lagi ini hanyalah ulasan dari kejengkelan,
sama halnya dengan kalian.

Alih-alih mengataskan namakan rakyat, dalih dan dalil terwujudnya
kedaulatan rakyat. Semua itu dengan mudahnya terlontar begitu saja
dari mulut para anggota dewan yang kata alm Gusdur merupakan kumpulan
Taman Kanak-kanak (TK). Entah sumpah serapah macam apa lagi yang belum
terucap di dalam gedung megah itu. Gedung megah itu sudah seperti
pabrik yang memproduksi janji-janji dengan kualitas nomor wahid. Siapa
tak tahu itu? Aku rasa semua tahu, dan mungkin saja sebagian banyak
menganggapnya sudah biasa (karena kebiasaan) sejak dulu.

Pagi ini, aku teringat sebuah puisi karya Gusmus yang berjudul "Negeri
HAHAHIHI".

"Kalian jual janji-janji untuk menebus kepentingan sendiri, kalian
hafal pepatah produktif untuk mengelabuhi mereka yang tertindih"

Selamat pagi pembaca yang budiman, jangan lupa sediakan kopi atau teh
juga boleh. Sekedar saran jangan terlalu manis, selain tidak baik
banyak mengkonsumsi gula juga sebagai bentuk belajar mengecap
kenikmatan dabalik rasa pahit. #HappyBlogging

0 komentar:

Post a Comment