Sebuah pertanyaan yang cukup singkat memang, namun membutuhkan jawaban yang cukup panjang, bahkan tidak cukup dengan ratusan halaman buku untuk menjawabnya, atau bahkan ribuan halaman pun belum tentu cukup untuk menjawab pertanyaan yang cukup singkat itu. Karena jika kita coba memutar kembali rekaman kesejarahan itu, sangatlah membutuhkan waktu lama, dan untuk mendiskusikannya pun perlu memakan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan.
Lantas apa sebenarnya yang terjadi dibalik itu semua, sehingga membutuhkan begitu banyak energy untuk mengkajinya. Di sini penulis mencoba mengajak pembaca untuk memaknai angka 17 di bulan Agustus. Atau dengan kata lain, angka tersebut bisa jadi merupakan angka yang cukup sakral. Karena merupakan bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia, dimana sang proklamator yakni Ir. Soekarno dengan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Lantas apa sebenarnya yang terjadi dibalik itu semua, sehingga membutuhkan begitu banyak energy untuk mengkajinya. Di sini penulis mencoba mengajak pembaca untuk memaknai angka 17 di bulan Agustus. Atau dengan kata lain, angka tersebut bisa jadi merupakan angka yang cukup sakral. Karena merupakan bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia, dimana sang proklamator yakni Ir. Soekarno dengan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sebuah perjuangan dan pengorbanan yang ada saat itu, merupakan sebuah perjuangan dengan keyakinan dan semangat kemerdekaan, apapun dikorbankan untuk menopang itu semua, termasuk nyawa. Banyak rentetan peristiwa penting yang tercatat dalam buku kesejarahan indonesia pada waktu itu. Dan tidak sedikit korban jiwa dari setiap peristiwa tersebut, sebuah peristiwa yang mempunyai peran penting untuk satu tujuan sama, yakni kemerdekaan. Semua dikorbankan, semua dilakukan, dan itu bukan tanpa alasan.
Angka 17 itulah yang ditunjuk sebagai perwujudan perjuangan para pendahulu kita semua. Namun bukan berarti itu adalah akhir dari perjuangan, melainkan sebuah awal perang dari perang sesungguhnya. Pertumpahan darah yang terjadi pada masa itu, hanya akan menjadi pertumpahan darah yang sia-sia, jika para penerus bangsa hanya diam tanpa melanjutkan cita-cita para pahlawan yang telah gugur pada saat menciptakan angka 17 dibulan Agustus.
Tentu pertumpahan darah itu sangat disayangkan jika hanya diperingati dengan gemerlap kembang api, serta pernak-pernik disepanjang jalan dengan berbagai macam bentuk bendera. Hanya sebatas itu kah penghormatan bangsa terhadap para pencetus yang menyirami dengan darah disetiap pertumbuhan bangsa.
Tentu pertumpahan darah itu sangat disayangkan jika hanya diperingati dengan gemerlap kembang api, serta pernak-pernik disepanjang jalan dengan berbagai macam bentuk bendera. Hanya sebatas itu kah penghormatan bangsa terhadap para pencetus yang menyirami dengan darah disetiap pertumbuhan bangsa.
"Akankah itu semua hanya akan dijadikan ajang pesta foya-foya dengan berbagai hiburan. Sedang kesejahteraan semakin menjauh dari anak bangsa. Dimana sebenarnya letak kesalahannya, cara memperingati kemerdekaan??? Atau kemerdekaan itu yang masih tekstual dan belum mampu diaplikasikan untuk mewujudkan kesejahteraan??? Kemerdekaan yang seperti apa sebenarnya dibalik angka 17, sekian banyak kali sudah diperingati hari kemerdekaan kita, dan apa kontribusi buat anak bangsa. pendidikan??? Terdidik kah???"
Kesehatan??? Sehat kah busung lapar???
Keadilan??? Sudah hilangkah diskriminasi???
Kesejahteraan??? Benarkah???
Apa dengan angka kemiskinan yang semakin melonjak tinggi bisa dikatakan bahwa itu merupakan arti dari kemerdekaan, tentu tidak. Dan tentu bukan itu harapan dari kemerdekaan, melainkan kemerdekaan yang membawa arti kebebasan dari penderitaan serta dari segala yang akan memperburuk keadaan anak dan bangsanya. Namun pada kenyataannya, angka pengangguran semakin tinggi dan itu semakin membuka peluang tindak kriminal. Padahal bangsa ini kaya akan sumber daya alam, dan kaya akan budaya. Sungguh bangsa yang kaya bukan??? Anehnya, kemana larinya kekayaan itu semua, sehingga membuat penyiksaan terhadap anak bangsanya sendiri. Perbandingan yang cukup jauh antara mayoritas perekonomian penduduk bangsa dengan tingginya biaya untuk bisa mengakses fasilitas yang sebenarnya sudah menjadi hak setiap anak bangsa. Sedang disisi lain, bangsa menuntut para generasi penerusnya untuk mampu mengenyam dunia pendidikan yang layak. Namun biaya yang dipatokan cukup membuat para kalangan menengah kebawah berkerut dahi dan mengurungkan niatnya untuk memfasilitasi biaya. Sama halnya, orang miskin di larang sekolah.
Fakta yang terjadi pada tanggal 17 Agustus memang telah mampu menghilangkan penjajahan kolonial (dalam hal ini penjajahan secara fisik), namun berbicara kesejahteraan masih cukup jauh. Seperti kata Bung Karno pada sebuah kesempatan, bahwa perjuangan generasi bangsa akan jauh lebih sulit sebab harus memusuhi bangsa sendiri. Siapa? tentu saja, para elit yang berkedok sebagai wakil rakyat. Meskipun seringkali membingungkan, rakyat yang mana yang mereka wakilkan itu.
Sejak 1945 silam, tentu 17 Agustus mendatang Bangsa kita, bangsa Indonesia sudah memasuki usia yang cukup senja, yakni 68 tahun. Selama 68 (Enam Puluh Delapan) tahun itulah bangsa ini terus mengalami peningkatan, terutama peningkatan dalam pengerukan sumber daya alam. Jika masa demi masa dilalui dengan kesengsaraan dan kesengsaraan yang selalu bertambah, dimana esensi sebuah kemerdekaan suatu bangsa itu sendiri.
UUD 1945 sebagai dasar negara justru banyak dikebiri oleh oknum-oknum yang sesungguhnya paham dan mengerti akan hukum. Pendidikan yang sejatinya sebagai wadah untuk mencerdaskan anak bangsa justru beralih menjadi komoditas yang semakin hari kian mahal. Tanah, yang seharusnya menjadi tumpuan masyarakat sebagai bekal hidup justru dirampas dengan alasan 'pembangunan'. Itukah kemerdekaan? Sebuah keagungan yang tersemat dibalik angka 17 Agustus.
Tingkat ke-sakral-an dalam angka 17 di bulan Agustus tentu bukan hanya sekedar berhasil memenangkan lomba balap karung, atau berhasil menjadi yang tertinggi dalam lomba panjat pinang. Melainkan benar-benar melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai sebuah Negara, sebagai sebuah bangsa, sebagai Wakil Rakyat. Kesejahteraan masyarakat merupakan alasan kenapa Negara itu ada, kenapa kemerdekaan itu menjadi sebuah keharusan.
Namun, jika ke-sakral-an yang tersemat dibalik angka 17 di bulan Agustus ini hanya dijadikan sebagai ajang "korupsi berjamaah" para elit? Sungguh ironis sekali. Dan pada saatnya tiba, dimana kesadaran masyarakyat benar-benar menjadi kesadaran menyeluruh mereka pasti akan menuntutnya. Yaitu sebuah kesejahteraan yang telah di janjikan oleh Negara pada rakyatnya.
Indonesiaku, bangkitlah dan kembalilah menjadi bangsa yang seutuhnya untuk kesejahteraan masyarakatnya. Bangunlah Indonesiaku, kau sudah terlalu lama tidur mendengkur. Bangunlah Indonesiaku, ajarkan pada kami sebagai generasi bangsa tentang makna sesungguhnya 'kemerdekaan', tentang arti sesungguhnya 'Indonesia'.
Sejak 1945 silam, tentu 17 Agustus mendatang Bangsa kita, bangsa Indonesia sudah memasuki usia yang cukup senja, yakni 68 tahun. Selama 68 (Enam Puluh Delapan) tahun itulah bangsa ini terus mengalami peningkatan, terutama peningkatan dalam pengerukan sumber daya alam. Jika masa demi masa dilalui dengan kesengsaraan dan kesengsaraan yang selalu bertambah, dimana esensi sebuah kemerdekaan suatu bangsa itu sendiri.
UUD 1945 sebagai dasar negara justru banyak dikebiri oleh oknum-oknum yang sesungguhnya paham dan mengerti akan hukum. Pendidikan yang sejatinya sebagai wadah untuk mencerdaskan anak bangsa justru beralih menjadi komoditas yang semakin hari kian mahal. Tanah, yang seharusnya menjadi tumpuan masyarakat sebagai bekal hidup justru dirampas dengan alasan 'pembangunan'. Itukah kemerdekaan? Sebuah keagungan yang tersemat dibalik angka 17 Agustus.
Tingkat ke-sakral-an dalam angka 17 di bulan Agustus tentu bukan hanya sekedar berhasil memenangkan lomba balap karung, atau berhasil menjadi yang tertinggi dalam lomba panjat pinang. Melainkan benar-benar melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai sebuah Negara, sebagai sebuah bangsa, sebagai Wakil Rakyat. Kesejahteraan masyarakat merupakan alasan kenapa Negara itu ada, kenapa kemerdekaan itu menjadi sebuah keharusan.
Namun, jika ke-sakral-an yang tersemat dibalik angka 17 di bulan Agustus ini hanya dijadikan sebagai ajang "korupsi berjamaah" para elit? Sungguh ironis sekali. Dan pada saatnya tiba, dimana kesadaran masyarakyat benar-benar menjadi kesadaran menyeluruh mereka pasti akan menuntutnya. Yaitu sebuah kesejahteraan yang telah di janjikan oleh Negara pada rakyatnya.
Indonesiaku, bangkitlah dan kembalilah menjadi bangsa yang seutuhnya untuk kesejahteraan masyarakatnya. Bangunlah Indonesiaku, kau sudah terlalu lama tidur mendengkur. Bangunlah Indonesiaku, ajarkan pada kami sebagai generasi bangsa tentang makna sesungguhnya 'kemerdekaan', tentang arti sesungguhnya 'Indonesia'.
0 komentar:
Post a Comment