Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

07 May 2011

'Bodoh' = 'Miskin', 'Pintar' = 'Harus Berduit'

"hahaha" aku ketawa tetapi juga "menangis" saat melihat kondisi sekitarku. dulu sebelum aku menuai pemahaman tentang semua ini, aku begitu bangga ketika aku akan memasuki masa perkuliahan. bahkan diseberang kota plosok sana, ayah dan ibuku rela menggadaikan masa tuanya demi aku mampu menuai cita. harapan mereka begitu besar, agar aku mampu mengangkat mereka dari lembah kemiskinan. namun sekarang, aku justru tertawa ketika menyaksikan dunia pendidikan itu sendiri, lucu, sangat lucu. bagaimana tidak, dunia pendidikan yang seharusnya mampu mengangkat derajat semua generasi bangsa dari kebodohan, justru semakin kejam dalam menyeleksi anak didiknya. masyarakat dipaksa harus membeli pendidikan dengan harga sangat tinggi, bukan kah itu prinsip dalam berdagang??yach...pendidikan sekarang memang memakai logika pasar, dimana masing-masing lembaga pendidikan dibebaskan untuk bersaing sebebas-bebasnya dengan lembaga pendidikan lain.

pemerintah seolah lepas tangan dengan kondisi tersebut, mereka justru asyik dengan memperdebatkan ideologi partai mereka masing-masing. sedang disudut kota, begitu banyak masyarakat tanpa tempat tinggal, apa lagi harus mengenyam dunia pendidikan, rasanya tak mungkin. lucunya, disisi lain pemerintah menginginkan generasi muda mampu menjadi harapan bangsa, mampu menjadi generasi muda yang berprestasi. aneh bin ajaib bukan???

bagaimana mungkin aku akan menaruh harapan terwujudnya impianku pada pendidikan. ketika pendidikan sendiri telah kehilangan ruhnya dalam mencerdaskan generasi bangsa. pendidikan masa kini, hanya akan menciptakan robot-robot untuk memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan asing, dan itu terbukti dengan menjadi pentingnya si "kertas sakti" (ijazah).

pendidikan telah dimanipulasi untuk kepentingan golongan berduit, dengan didesain sedemikian rupa. namun ujung-ujungnya hanya menghimpit golongan miskin untuk mengenyam pendidikan. dengan embel-embel 'berbasis internasioal' lembaga pendidikan mempunyai kebijakan penuh untuk mematok harga yang melambung tinggi, jauh dari jangkauan para orang tua yang hanya bekerja sebagai petani, buruh, nelayan, pemulung, dan apa lagi pengangguran. seolah didepan pintu masuk lembaga pendidikan terpampang jelas dan besar "orang miskin dilarang masuk".

dengan dalih beasiswa, yang katanya diperuntukan buat masyarakat miskin tentu tak mampu menutupi jumlah masyarakat yang putus sekolah. jika sudah demikian??jangan salahkan maling, ketika dia memilih menjadi pencuri untuk memenuhi kebutuhannya, atau seorang ibu yang tega membuang anaknya karena takut tidak mampu memenuhi kebutuhan sang buah hati, termasuk untuk menyekolahkannya.

dalam dunia pendidikan sendiri, memiliki sistem kurang mampu mebuat anak didiknya berprestasi. termasuk dalam metode pembelajaran, jika kita lihat dalam tingkat SD,SMP,SMA, sang guru kebanyakan menganggap dirinya paling benar, dengan metode guru menjelaskan dan murid mendengarkan, guru mendikte dan murid disibukan untuk memnyimak serta mencatat apa yang dikatakan sang guru. sementara dalam bangku perkulihanpun tak jarang dosen yang masih mempertahankan metode demikian, meskipun itu hanya sebagian. namun pengekangan dunia kampus terhadap mahasiswanya juga semakin ketat, seperti halnya diterapkan sistem absensi 75% kehadiran, jika tidak memenuhi itu maka daftar nama akan dicoret dari keikut sertaan ujian. ini jelas merupakan pembungkaman terhadap mahasiswa untuk bisa bersosialisasi dengan dunia diluar kampus. belum lagi yang selalu disibukan dengan tugas, tugas, dan tugas, juga merupakan proses pemenjaraan kekritisan mahasiswa untuk mampu menganalisa realitas.

hasil dari sistem tersebut, tentu melahirkan sosok mahasiswa yang hedonis, apatis terhadap realitas sosial. mereka hanya disibukan dengan usrusan kampus, menciptakan jiwa-jiwa yang sombong, menganggap dirinya jauh lebih baik dari masyarakat biasa, dengan dirinya memakai identitas mahasiswa.

bahkan mahasiswa dibebaskan untuk bersaing dalam membangun skill wirausaha. hal ini jelas akan menciptakan gaya hidup individual, enggan berbagi. bagaimana mungkin keadaan yang demikian mampu menciptakan generasi bangsa yang membanggakan. 2 mei kemarin, merupakan HarDikNas, yang diperingati aksi diberbagai pelosok penjuru dunia. oleh mereka yang prihatin dengan kondisi pendidikan sekarang, dan hari itu juga seharusnya seluruh lembaga pendidikan melakukan feleksi terhadap kualitas mereka dalam menciptakan anak didik yang berkualitas, dan menata ulang tujuan pendidikan seperti semula. dialam sana sang guru besar pendidikan Ki Hajar Dewantara sekarang sedang menangis karena hak ini. pendidikan yang digagasnya mampu membebaskan masyarakat justru telah membungkam dan hanya mampu diakses oleh mereka yang berduit.
hahaha...."pendidikan atau pasar??".

2 comments:

  1. beduit keharusan mutlak. . . .

    mari berbagi duit.

    ReplyDelete
  2. semacam kaya raya gitu ya gan???
    sungguh lucu bangsa ini, juga terpuruk, katanya kaya namun angka kemiskinan tak kunjung berkurang, malah justru meningkat??lalu dimana kekayaan alam ini???
    mari berbagi duit....

    ReplyDelete