seharian aku merenung, terdiam duduk diantara persimpangan pasrah, selayaknya dalam cerita telenovela, hujan pun mengguryur sore itu. sempat terbesit dalam fikiran, 'buat apa aku menghabiskan waktu seperti ini', tapi itu hanyalah ide yang dibawa terpaan angin, toh aku tetap diam menikmati. tanpa beranjak, apalagi menyudahi. malam mulai bergelayut memaparkan gelap, dan bulan sedikit mengintip dari balik mendung. tak tampak ada bintang kala itu, semua gelap, mendung, dan hujan pun mendominasi malam. entahlah aku tak memahami maksud dari ceritamu malam, begitu senyap, tak nampak ada tanda-tanda yang bisa aku raba, sekedar hanya untuk aku ketahui apa itu.
kadang aku berfikir dan menganggap bahwa hidup ini tidaklah adil, namun aku urungkan anggapanku itu, karena pemaknaan adil mengajariku untuk tidak menyalahkan keadaan. namun hal yang membuat keadaan menjadi serumit ini yang pantas aku cari, sebab itu yang mesti aku imani. lebih tepatnya aku diajarkan demikian oleh lingkunganku, lingkungan yang memberiku pemahaman realitas, tentang indahnya berbagi dan memperjuangkan. yach,,,memperjuangkan harapan yang begitu besar, dan mampu merubah keadaan menjadi lebih baik. itulah realitasku, guruku, yang tanpa bosan memberiku berbagai ilmu, menyadarkanku, dan memberiku semangat untuk tetap bangkit serta maju dibarisan depan.
terkadang aku juga merasakan keanehan dalam diriku, aneh ketika aku merasa bingung, gelisah, bahkan ragu. ragu dengan apa yang harus aku imani bahwa itu benar dan tepat, sedang dilain sisi mereka melegalkan keyakinanku untuk kepentingan mereka sendiri, merasa bahwa itu hanya milik mereka. geram, benci, itulah yang terus-menerus bergejolak dalam fikirku. ironisnya ketika aku menyadari ada yang perlu dibenahi, lalu aku memprotes itu semua (lebih tepatnya mempertanyakan esensi dari keyakinanku), justru aku dituduh pembrontak, dianggap pengganggu keamanan, tidak mentaati peraturan, bahkan aku dianggap 'kafir'. siapa mereka??hingga menganggapku seorang pembrontak, menuduhku hamba yang 'kafir'. sedang aku sangat tahu, bahwa mereka juga sama sepertiku, yaitu bagian makhluk ciptaan.
disudut kekusutan tumpukan-tumpukan resah ini, aku menatap langit dan bergumam lirih, 'kenapa Engkau harus bersembunyi??', sementara perlakuan mereka ini sungguh membuat banyak orang jengkel. dengan dalih menempuh jalanMu, penuh alibi mengatasnamakan ajaranMu, tapi sejatinya hanya masalah mayoritas dan minoritas, saling berebut kuasa, saling berlomba kaderisasi, dan hanya berujung pada kepentingan perut. andaikan Engkau turun dan nyata disini, menjadi penengah, dan memberikan pencerahan ajaran yang sesungguhnya. maka, mereka akan segan menjadikan ajaranMu itu sebagai comoditas. bukankah sangat tidak pantas bagi mereka untuk sombong, karena kebenaran sesungguhnya hanya Engkau yang memiliki.
kacau, payah, tidak terkontrol, seperti itukah cara berfikirku kini??entahlah, aku hanya merasa sangat resah dan gelisah, muak, benci. benci pada diriku yang tak mampu berlari dari kenyataan dihadapanku, kenyataan yang telah memberangus ide dan fikiranku. padahal aku hanya ingin berusaha memantapkan apa yang aku imani, seperti doktrinasi pada keyakinanku selama ini.
bukan malam jika tidak gelap dan sunyi, dan bukan senja jika tidak indah dalam pandangan. namun, itu jelas bukan hal yang dinamakan iman (seperti yang telah diajarkan padaku), ketika ajaran yang mesti diyakini dan dijaga, justru dijadikan mainan dan barang yang dapat diperjual belikan, bahkan sebagai alat untuk memusuhi satu sama lain.
aku protes, aku menentang, karena aku juga memiliki itu, karena itu juga yang diajarkan ibuku untuk aku imani. yang ayahku fahamkan padaku, bahwa itulah jembatan menuju kehidupan yang kekal. titik finis perjalanan menuju keabadian. serta tempat pertanggung jawaban atas langkah ku dan kalian semua disini, dipanggung kemunafikan, diarena peperangan, karena salah satu dari kita pasti berakhir disini, musnah, terpendam, lalu membusuk menyatu dengan tanah.
ketika detik ini telah menunjuk waktu yang berbeda, dan akan terus memutar maju mengganti masa, apakah keresahan ini akan terus ada. menjelma, menyatu dalam logika, hingga aku terus dianggap pembrontak, tak henti dituduh 'kafir'. sejatinya, aku hanya hamba yang mencari petunjuk keimanan berdasarkan logika yang nyata. bukan fiktif dan doktrinasi pembenaran, toh mereka tetap memperjual belikan yang dipaksakan untuk aku imani.
0 komentar:
Post a Comment