Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

16 September 2011

Pertahanan Dalam Bingkai Cinta


jejak itu masih belum hilang dipelataran hati
namun kehendak memaksa menjadikan itu sebagai kenangan
tidak ada lagi keindahan yang pernah menjadi impian barsama
tidak ada lagi yang membaur dalam sucinya cinta
yang tersisa hanyalah butiran luka
dan yang terngiang hanyalah senyuman kelabu

serta kebimbangan dalam memilih pilihan yang ditawarkan cinta
tak pernah terbesit dalam benak tuk pergi meninggalkan
namun keberadaanku bukanlah sebuah harapan dari bingkai cintamu
ini bukanlah penghakiman diriku


hanya jerit ketidak berdayaan tuk melangkah atau pun kembali
kini hanya tertahan diantara keraguan dan luka
luka yang terbalut dengan bingkai sajak keindahan
ingin rasanya ku beranjak mengikuti langkahmu
namun aku tak sanggup

karena aku bukan si pengembara yang haus kesempurnaan
aku hanya cermin kesederhanaan yang menjadikanmu sempurna untuk dicinta
biarlah kunikmati pemandangan dirimu dalam menemukan kesempurnaan
yang lebih pantas kau bingkai dengan cintamu

meski aroma luka ini kian menyeruak dalam sungai-sungai kecil air mata
setidaknya aku masih punya bongkahan-bongkahan batu diantara sungai kecil
untuk ku berpegang agar tidak terhanyut
serta mampu menikmati kesegaran air itu meski beraroma amis karena luka

kesamaran kian menelanmu dari pandangan
juga kepergian yang memang sudah menjadi penantian panjangmu kini sudah kau dapati
namun aku masih mampu menikmati indah'na senyum itu
senyuman yang terus mengusik seolah menggoda menginginkan pengejaran
namun itu hanya pundi-pundi sisaan kenangan yang menjelma dalam harapan
serta terbingkai dalam halusinasi

karena kini tumpukan batu telah runtuh dan pecah
bendungan sungai telah bocor dan hancur
hanya duka yang tersisa dan hanya luka yang tercipta
masa itu telah lalu dalam tumpukan rak catatan sejarah hidupku

dengan selimut debu-debu jerit tangis
ingin ku ucap selamat tinggal namun harapan ini membungkamku
ingin ku berlari mengejar namun langkah ini terlalu lunglai dan lemah
diam pun menjadi pilihan tuk iringi kepergian dan air mata menjadi tumpahan tanda luka yang tertinggal.






september akhir, sebagai awalan dalam 60 hari menulis puisi
dalam toples lembaran lama tetesan tinta

0 komentar:

Post a Comment