Dalam rengkuhan pesisir
ku rasa pekat melekat pada rongga jiwa
begitu terasa
teramat menyiksa
bahkan, purnama terbirit-birit
menghilang, tertelan malamnya malam
dan bentangan langit tak lagi indah
seperti ungkap para pujangga yang di gempur asmara
aku yang masih sama dalam lingkaran gamang
menelaah makna
menerangkan faham
aku, yang masih dalam simpuh duduk hening
menatap kehidupan yang merangkak pada batu nisan
orang-orang itu, menangis sendu dalam mengadu
sebab, orang-orang itu yang lain
menendangnya seperti binatang
aku yang salah dalam memposisikan
atau memang posisiku yang berpotensi salah
bukan teman, bukan masalah itu
namun nurani yang mati, membuat kesewenangan bercokol
nenek itu
ibu-ibu itu
dan bocah-bocah telanjang yang disana
mereka adalah manusia-manusia
berstempel pengganggu peradaban
manusia yang terusir
dari rumahnya sendiri
dengan alasan 'pembangunan'
september akhir, sebagai awalan dalam 60 hari menulis puisi
dalam toples lembaran lama tetesan tinta
0 komentar:
Post a Comment