Akhir-akhir ini, bangsa kita nampaknya sedang dilanda demam syari'ah. Tidak heran jika dalam realitanya banyak bermunculan lembaga-lembaga berbasis syari'ah. Demam yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat, baik dikalangan akademisi, praktisi, hingga dikalangan masyarakat luas. Secara prinsip ekonomi hal ini jelas cukup bagus (setidaknya menurut saya), namun jika hal ini benar-benar beracuan pada syari'at agama itu sendiri. Namun pada faktanya, hal ini banyak mengalami kebingungan. Dimana tidak adanya perbedaan yang jelas antara pengelolaan secara syari'ah maupun konvensional. Dalam perbankan misalnya, sejauh ini perbedaan yang ada hanya terletak pada tataran pelayanan dan perbedaan nama. Dimana pelayanan yang lebih mengutamakan pakaian dengan landasan aturan agama dan istilah bunga yang diganti dengan bagi hasil. Memang, dalam hal ini ada beberapa poin yang menjadikan prinsip syari'ah diterapkan dalam mekanismenya. Misalkan dalam akad.
Terlepas dari perdebatan yang nampaknya semakin hangat, pada 2013 ini disinyalir akan semakin marak usaha ataupun lembaga yang berlabel syari'ah. Hal ini juga tidak terlepas dari negara tetangga yang dianggap mampu meminimalisir kemiskinan dengan model perekonomian syari'ah. Selain itu, hal ini juga merupakan sebuah metode dakwah yang riil yakni dengan langsung memerangi kemiskinan.
Namun jelas, dalam hal ini selain besarnya harapan terhadap perubahan yang mampu diemban oleh sistem ekonomi syari'ah juga harus terus mendapatkan pembaharuan dan kritik guna lebih baik dan matang. Dampak positif yang sistemik, terutama dalam wilayah kemiskinan merupakan target utama yang akan tuju oleh konsep ini. Maka besar harapan dan keinginan kita semua, dengan adanya sistem ekonomi syari'ah ini tidak hanya menjadi sebuah pelegalan nama saja. Atau dalam kata lain hanya sebuah bingkai baru dengan model pengelolaan lama, yakni konvensional. Meskipun dalam fakta lapangan yang terjadi ekonomi syari'ah ini masih tetap menginduk pada konvensional. Namun semoga hal tersebut tidak menjadi hambatan bagi para da'i guna mengupayakan kesejahteraan umat secara luas.
Maka, akan sangat dibutuhkan kerja sama yang masif dari banyak pihak, mulai dari peran negara sendiri, para praktisi ekonomi syari'ah dan tentu masyarakat luas. Semoga, apa yang diupayakan oleh ekonomi syari'ah ini bukan hanya menjadi sebuah demam sesaat saja yang tanpa dampak sistemik dalam memerangi kemiskinan. Salam.
Terlepas dari perdebatan yang nampaknya semakin hangat, pada 2013 ini disinyalir akan semakin marak usaha ataupun lembaga yang berlabel syari'ah. Hal ini juga tidak terlepas dari negara tetangga yang dianggap mampu meminimalisir kemiskinan dengan model perekonomian syari'ah. Selain itu, hal ini juga merupakan sebuah metode dakwah yang riil yakni dengan langsung memerangi kemiskinan.
Namun jelas, dalam hal ini selain besarnya harapan terhadap perubahan yang mampu diemban oleh sistem ekonomi syari'ah juga harus terus mendapatkan pembaharuan dan kritik guna lebih baik dan matang. Dampak positif yang sistemik, terutama dalam wilayah kemiskinan merupakan target utama yang akan tuju oleh konsep ini. Maka besar harapan dan keinginan kita semua, dengan adanya sistem ekonomi syari'ah ini tidak hanya menjadi sebuah pelegalan nama saja. Atau dalam kata lain hanya sebuah bingkai baru dengan model pengelolaan lama, yakni konvensional. Meskipun dalam fakta lapangan yang terjadi ekonomi syari'ah ini masih tetap menginduk pada konvensional. Namun semoga hal tersebut tidak menjadi hambatan bagi para da'i guna mengupayakan kesejahteraan umat secara luas.
Maka, akan sangat dibutuhkan kerja sama yang masif dari banyak pihak, mulai dari peran negara sendiri, para praktisi ekonomi syari'ah dan tentu masyarakat luas. Semoga, apa yang diupayakan oleh ekonomi syari'ah ini bukan hanya menjadi sebuah demam sesaat saja yang tanpa dampak sistemik dalam memerangi kemiskinan. Salam.
0 komentar:
Post a Comment