Baru-baru ini media kita digencarkan dengan pemberitaan kasus cebongan. Kasus pembunuhan yang yang melibatkan pasukan khusus tersebut banyak menuai kontroversi. Bahkan hingga sekarang kasus tersebut masih banyak menjadi perbincangan. Baik dari kacamata hukum, kemanusiaan, sampai dari kacamata HAM. Meskipun demikian, pada akhirnya pasukan khusus tetap banyak mendapat pujian dari kalangan masyarakat. Hal tersebut tercermin dari banyaknya spanduk/ poster diberbagai sudut kota Jogja yang 'menganggap bahwa Kopasus adalah pahlawan'.
Entah, apakah yang akan saya tuliskan disini nantinya akan memiliki sebuah keterkaitan atau tidak, yang jelas kita sama-sama tahu. Bahwa setelah kasus cebongan itu ada rentetan kasus yang *kebetulan* berhubungan juga dengan hukum di bangsa kita ini. Pasalnya, setelah kasus cebongan berangsur mereda dari pemberitaan media muncul kasus lama Susno yang agaknya telah meredam. Keberadaan Susno yang disebut-sebut banyak kalangan menghilang tanpa diketahui batang hidungnya.
Kemudian bergeser pada kasus penggerebekan 'terduga' teroris diberbagai daerah baru-baru ini. Aksi penggrebekan inipun dinilai cukup heroik. Pasalnya komplotan yang terduka teroris tersebut ditembak ditempat. Ada yang langsung tewas, dan ada yang dibawa ke RS guna mendapatkan perawatan. Fenomena teroris ini sebenarnya isu lama, sejak beberapa tahun terakhir bangsa kita sudah terjangkit ini. Meskipun banyak yang menggunakan dalih berjihad, tetap saja ada banyak korban tak berdosa yang ikut menanggung akibatnya ketika ledakan Bom.
Dari ketiga paragraf diatas tentu kita dapat melihat beberapa hal, namun dengan satu tokoh yang sama yaitu aparat penegak hukum. Pertama, dalam kasus Cebongan aparat terlibat sebagai pelaku penembakan. Dalam kasus ini menuai perdebatan antara 'penegakan hukum' atau justru 'pelanggaran HAM'. Sebab, biar bagaimanapun Indonesia adalah Negara Hukum. Tentu segala sesuatu dapat dikaji dan dikembalikan pada hukum. Termasuk seorang tahanan yang ditahan, jelas seharusnya mendapat perlindungan hukum selama masa penahanan. Terlebih lagi sudah berada dalam sel tahanan, yang tak lain hal itu merupakan tanggung jawab dari Rutan.
Kedua, dalam kasus yang menyandung Susno sebagai tersangka korupsi simulator SIM. Setelah beberapa kali menjalani persidangan, Susno justru tidak diketahui batang hidungnya. Meskipun pada akhirnya dikabarkan bahwa Susno menyerahkan diri. Guna mengetahui informasi semua ini, masyarakat hanyalah melalui media. Disinilah kenapa postingan sebelumnya saya menuliskan bahwa 'keindependenan' figur media menjadi penting. Sebab, dengan itu media akan benar-benar menyuguhkan kebenaran yang otentik dengan fakta. Bukan sebagai ajang pencitraan salah satu pihak saja.
Ketiga, mengenai kasus penggrebekan 'terduga' teroris diberbagai daerah. Hal ini sejatinya merupakan sebuah hal yang positif tentunya. Sebab dengan ini, keresahan masyarakat bisa sedikit terobati mengenai ancaman dari para komplotan teroris. Namun, dari kacamata yang berbeda justru disini terlihat ada beberapa yang ganjil. Jika komplotan teroris yang sudah sedemikian memperhitungkan gerak langkahnya saja dapat diketahui oleh aparat penegak hukum, kenapa aparat justru mengalami kesulitan saat melacak keberadaan Susno yang jelas-jelas sudah diketahui bagaimana ciri-ciri fisiknya. Kemudian hal lainnya, jika baru "terduga" saja sudah diberondong senjata hingga mati, kenapa yang jelas-jelas 'terbukti' melakukan tindakan 'korupsi' justru masih dapat berkeliaran diluar dengan bebas.
Dalam hal ini saya bukan bermaksud melakukan dukungan terhadap kelompok teroris, pasalnya saya juga sangat kurang sependapat dengan aksi-aksi mereka yang cenderung banyak merugikan masyarakat tak berdosa. Dalam hal ini saya berusaha membandingkan perlakuan penegak hukum dalam upaya menegakan hukum itu sendiri. Tentu masih sangat teringat dibenak kita, bagaimana kasus bocah yang mencuri sandal atau orang yang mencuri kelapa tetangga. Oke, saya sepakat bahwa mencuri itu salah dan harus dihukum. Namun yang sangat saya sayangkan adalah hukum kita ternyata hanya "runcing" kebawah dan "tumpul" keatas. Hal itu dapat dilihat dari adanya kasus-kasus pelanggaran hukum selama ini serta bentuk penyelesaiannya. Siapa yang berduit, berkuasa, maka dia seolah tak dapat disentuh hukum.
Dari semua hal yang saya paparkan diatas, tentu merupakan hanya segelintir kasus yang harapannya dapat menjadi bahan refleksi untuk keadilan yang seadil-adilnya dalam penegakan hukum di Indonesia. Akan menjadi hal yang percuma ketika bangsa kita mengatasnamakan sebagai bangsa hukum, namun dalam aplikasi penegakan hukum justru tidak mencerminkan bangsa yang menjunjung keadilan atas nama hukum.
Dari ketiga paragraf diatas tentu kita dapat melihat beberapa hal, namun dengan satu tokoh yang sama yaitu aparat penegak hukum. Pertama, dalam kasus Cebongan aparat terlibat sebagai pelaku penembakan. Dalam kasus ini menuai perdebatan antara 'penegakan hukum' atau justru 'pelanggaran HAM'. Sebab, biar bagaimanapun Indonesia adalah Negara Hukum. Tentu segala sesuatu dapat dikaji dan dikembalikan pada hukum. Termasuk seorang tahanan yang ditahan, jelas seharusnya mendapat perlindungan hukum selama masa penahanan. Terlebih lagi sudah berada dalam sel tahanan, yang tak lain hal itu merupakan tanggung jawab dari Rutan.
Kedua, dalam kasus yang menyandung Susno sebagai tersangka korupsi simulator SIM. Setelah beberapa kali menjalani persidangan, Susno justru tidak diketahui batang hidungnya. Meskipun pada akhirnya dikabarkan bahwa Susno menyerahkan diri. Guna mengetahui informasi semua ini, masyarakat hanyalah melalui media. Disinilah kenapa postingan sebelumnya saya menuliskan bahwa 'keindependenan' figur media menjadi penting. Sebab, dengan itu media akan benar-benar menyuguhkan kebenaran yang otentik dengan fakta. Bukan sebagai ajang pencitraan salah satu pihak saja.
Ketiga, mengenai kasus penggrebekan 'terduga' teroris diberbagai daerah. Hal ini sejatinya merupakan sebuah hal yang positif tentunya. Sebab dengan ini, keresahan masyarakat bisa sedikit terobati mengenai ancaman dari para komplotan teroris. Namun, dari kacamata yang berbeda justru disini terlihat ada beberapa yang ganjil. Jika komplotan teroris yang sudah sedemikian memperhitungkan gerak langkahnya saja dapat diketahui oleh aparat penegak hukum, kenapa aparat justru mengalami kesulitan saat melacak keberadaan Susno yang jelas-jelas sudah diketahui bagaimana ciri-ciri fisiknya. Kemudian hal lainnya, jika baru "terduga" saja sudah diberondong senjata hingga mati, kenapa yang jelas-jelas 'terbukti' melakukan tindakan 'korupsi' justru masih dapat berkeliaran diluar dengan bebas.
Dalam hal ini saya bukan bermaksud melakukan dukungan terhadap kelompok teroris, pasalnya saya juga sangat kurang sependapat dengan aksi-aksi mereka yang cenderung banyak merugikan masyarakat tak berdosa. Dalam hal ini saya berusaha membandingkan perlakuan penegak hukum dalam upaya menegakan hukum itu sendiri. Tentu masih sangat teringat dibenak kita, bagaimana kasus bocah yang mencuri sandal atau orang yang mencuri kelapa tetangga. Oke, saya sepakat bahwa mencuri itu salah dan harus dihukum. Namun yang sangat saya sayangkan adalah hukum kita ternyata hanya "runcing" kebawah dan "tumpul" keatas. Hal itu dapat dilihat dari adanya kasus-kasus pelanggaran hukum selama ini serta bentuk penyelesaiannya. Siapa yang berduit, berkuasa, maka dia seolah tak dapat disentuh hukum.
Dari semua hal yang saya paparkan diatas, tentu merupakan hanya segelintir kasus yang harapannya dapat menjadi bahan refleksi untuk keadilan yang seadil-adilnya dalam penegakan hukum di Indonesia. Akan menjadi hal yang percuma ketika bangsa kita mengatasnamakan sebagai bangsa hukum, namun dalam aplikasi penegakan hukum justru tidak mencerminkan bangsa yang menjunjung keadilan atas nama hukum.
Indonesia Bang
ReplyDeletemerah putih...
ReplyDeletesabang sampai merauke, berbeda untuk satu Indonesia bang.. :D