Bangsaku yang katanya subur, bangsaku yang katanya merupakan serpihan surga. Dimana bangsaku yang itu, bangsaku yang nyaman, damai, serta asri.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekayaan di Indonesia sungguh luar biasa, bahkan hal ini hampir menjadi sebuah keimanan dari masyarakat global. Sangat mengagumkan bukan?.
Bangsaku yang kaya akan sumber daya alam, bangsaku yang melimpah ruah hasilkan rempah-rempah, bangsaku yang meluas tanpa batas pandang menyuguhkan lautan biru, bangsaku yang menjulang hijau dengan hutan-hutan tropisnya, bangsaku yang riuh kicau burung serta satwa langka lainnya. Dimana bangsaku yang itu, apakah masih eksis dan diakui oleh masyakat dunia?.
Merah Putih Lapuk |
Sementara dalam media pemberitaan, (ah, lagi-lagi media) banyak sekali kasus-kasus pertanahan. Mulai dari penggusuran rumah sampai pada perampasan sektor pertanian. Tak lain, merupakan sebuah upaya perluasan sistem penghisapan kekayaan alam. Parahnya lagi, semua itu adalah PT milik asing. Dan kita, bangsa sendiri hanya dapat apa?. Limbah kawan, yah limbah dari hasil pengerukan sumber daya alam yang melimpah ruah itu. Dan satu lagi, pemiskinan yang semakin masif. Saya percaya bahwa si miskin itu tak terlepas dari takdir itu sendiri, tapi jika pemiskinan itu terlahir atas kerakusan manusia yang tak jarang menyalah gunakan kekuasaannya.
Bagaimana burung-burung semakin langka, kekeroposan bumi Indonesia kian hari kian menunjukan tanda-tanda tak sehat. Bencana dimana-mana, dalam hal ini tentu masih sangat teringat dalam benak kita bagaimana kasus Lapindo kemudian dibiarkan membusuk seolah tak terjadi apa-apa. Padahal, bencana tersebut terus mengalami perluasan. Entah ada berapa juta masyarakat yang kehilangan lahan pencaharian dan tempat tinggalnya, bahkan nyawanya juga. Apakah ini keinginan kita? saya yakin dua ratus juta orang akan menjawab dengan serentak bukan. Sebab, harapan warga negara pastilah dapat hidup makmur sejahtera di tanah kelahirannya.
Lalu dimana bangsaku yang katanya merupakan percikan surga itu. Sementara masyarakatnya justru kian tersekat dengan yang namanya sejahtera. Alam yang dulunya menjadi tumpuan masyarakat hidup, kini justru banyak dimonopoli pihak asing ataupun industri lokal. Masyarakatpun semakin tersisih, yang itu merupakan bangsa sendiri. Sungguh prilaku yang tak seharusnya terjadi dalam bangsa yang 'kaya' akan 'budaya'.
Fenomena ini tentu sudah barang tentu menjadi tanggung jawab kita bersama, tentu harus ada dukungan pemerintah pusat secara totalitas. Artinya, kesejahteraan masyarakat harus benar-benar sudah menjadi prioritas bukan hanya sebagai ajang promosi partai politik saja. Salah satu hal yang bisa kita lakukan yakni coba menghidupkan lagi secara utuh jiwa gotong-royong yang nampaknya mulai pudar. Pancasila, merupakan sebuah panutan berbangsa dan bernegara yang sangat plural.
Dan itulah yang sejauh ini masih cukup tepat dengan realita masyarakat kita yang sangat pluralitas. Mari bersama melakukan kegiatan yang positif, sayangi lingkungan kita, jaga dan lindungi hutan kita. Ini bumi kita, ini bangsa kita semua, ini Indonesia Kita, bukan hanya Indonesianya mereka yang diatas. Ini Indonesia kita kawan, kita jelas bertanggung jawab atas kelestariannya.
Pasal 33 ayat 3
ReplyDelete“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
kenyataannya?
mereka yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terjatuh bang.
ReplyDeletebagaimana ditempatmu bang?
ditempatku sama saja
ReplyDeletewew, iya ini bagaimana. giliran ada perselisihan antar kelompok dalam parlemen saja akan berbusa-busa bilang kalo Indonesia kita ini negara hukum yah. :)
ReplyDeleteJust for share bang :D