Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

11 July 2014

Aku Benci, Aku Berhenti



Seprtinya aku terjerumus, entah apakah istilah ini pantas ku gunakan. Namun ada yang bilang ini terjerumus dilembah madu. Seperti kata kakak itu, kalau kita sebenarnya sedang tersesat. Hanya saja kita tersesatnya dijalan yang benar. Sebagai orang baru aku manggut-manggut saja, apa maksud dari kalimat tersebut aku tidak peduli. Ah, lebih tepatnya mungkin aku tidak tahu. Yah, mungkin ungkapan tidak tahu jauh lebih netral, setidaknya tidak ada yang terlukai dengan ketidak pedulianku.
 
Jadi apa yang ku maksudkan dengan terjerumus dilembah madu? Seperti kataku tadi, aku akan bilang tidak tahu. Karena kalimat itulah yang bagiku cukup netral, minimal tidak ada yang aku cidrai dengan sikap sok tahuku jika aku menjelaskan maksudnya. Karena aku benar-benar tidak tahu, kecuali hanya ikut-ikutan saja.

“Jadi, kamu akan pilih siapa Nin” ucapan Gadis tiba-tiba mengagetkanku.

Entah sudah sejak kapan anak ini ada di sampingku, dan lagi-lagi aku memilih kalimat tidak tahu untuk memutus pertanyaan yang seolah saling sambung di kapalaku. Alasanya pun masih sama, agar lebih netral minimal tidak ada yang tercidrai oleh persepsiku yang kacau. Lantas aku kembali terdiam, diam dengan beragam argument yang masih saja tertahan untuk dimuntahkan. Akhirnya aku hanya menggeleng untuk menanggapi pertanyaan Gadis, bagiku itu lebih mampu mewakili kecamuk ‘entah’ yang ada dalam kepalaku.

“lho, kenapa? Ini penting buat masa depan kita di kampus ini”

Seperti biasa, saat situasi seperti ini Gadis akan langsung mengambil posisi. Segudang teorinya akan segera ditumpahkan, matanya menyala-nyala penuh semangat berusaha memahamkanku. Namun aku mengenalnya bukan kemarin sore, dialah Gadis dengan penampilan jaket dan celana belel, seorang aktivis perempuan cukup kondang dikampus. Entah, seolah teriakannya tidak pernah habis. Pernah, suatu ketika ia mendapat teguran langsung dari rektor karena terlibat dalam aksi pemecahan kaca dan penyegelan ruang kuliah. Saat itu pihak kampus berniat menaikan biaya kuliah, beberapa mahasiswa tidak terima dan melakukan demonstrasi, Gadislah yang memimpin. Semua pintu ruang kuliah di lem, bakar ban depan loby, lalu kaca-kaca dilempari batu. Beberapa mahasiswa tertangkap satpam, termasuk Gadis. Beruntung pihak kampus tidak mengeluarkannya, hanya mendapat skorsing selama dua semester.


“hey Nin, kamu mendengarkanku tidak?” ucapnya masih dengan penuh semangat. Aku hanya mengangguk lemas, bagiku ucapannya semakin sulit untuk dipahami. Aku hanya mahasiswi biasa, kuliah-mengerjakan tugas-kos-kampus, sesekali diajak keluar oleh Gadis, begitu selama ini. Pernah, aku diajak ikut berdiskusi oleh Gadis dengan teman-temannya, namun kapok dan tidak pernah mau ikut lagi. Aku merasa tidak cocok dan (jujur) takut, kebanyakan anak-anak cowoknya berambut gondrong dan (maaf) jorok, bahkan beberapa ceweknya merokok. Sejak saat itu aku tidak pernah mau lagi ketika diajak Gadis berdiskusi dengan teman-temannya.

“hey Nin, kamu tahu tidak, ini adalah momentum dimana kita belajar berdemokrasi secara nyata dan langsung. Karena biar bagaimanapun, kampus merupakan sebuah miniatur masyarakat. Maka prosesi pemilihan president mahasiswa ini menjadi penting” Gadis masih saja berbicara panjang lebar, ia berbicara proses demokrasi di tingkatan mahasiswa. Seperti  biasa, aku menempatkan diri sebagai pendengar setianya.
“karena itu Nin, besok kamu harus mengajak semua teman-teman jurusanmu untuk memilih”.

Nampaknya aku mulai sedikit bisa menangkap arah pembiacaraan Gadis yang sedari tadi menggebu-gebu ini, nampaknya ada hubungannya dengan pemilihan president mahasiswa besok dikampus. Namun seperti kataku, aku akan lebih memilih diam dan menganggap untuk tidak tahu. Maka aku masih saja menyimak Gadis berbicara panjang-lebar. Sampai pada akhirnya aku benar-benar tahu, yah kali ini aku benar-benar tahu. Dan ini bukan sebuah sikap sok tahu dariku, karena memang aku benar-benar tahu. Dan memang benar, arah pembicaraan Gadis mulai tertuju pada satu kandidat calon president mahasiswa.

“dia berbeda Nin, dia beda dengan calon-calon lain. Percayalah!!!! Ajak semua teman yang kamu kenali besok lusa untuk memilihnya” nadanya sangat bersemangat dan meyakinkan, sembari memegang kedua bahuku dan menggoyang-goyangnya sedikit. Setelah itu dia berdiri, pamit pergi untuk urusan yang penting katanya. Aku mengangguk saja sembari tersenyum.

_________________________________________



“saya berjanji pada kalian, saya Yoga Prasetio akan selalu berpihak pada kepentingan mahasiswa. Kepentingan mahasiswa adalah segala bagi saya. Hidup mahasiswa!!! Hidup mahasiswa!!! Hidup perempuan!!!”

Pagi ini aku diajak Gadis mendengarkan salah satu calon president mahasiswa berpidato atau semacamnya,aku menurut saja. Aku melihat dari kejauhan, anak lelaki sedang berbicara penuh semangat diatas podium, rambutnya gondrong, sedikit berkumis dan berjenggot. Sementara itu, Gadis disebelahku ikut berteriak ketika lelaki diatas podium mengatakan “hidup mahasiswa!!!”, saat itu juga Gadis akan mengikuti perkataan lelaki diatas podium itu.

Pagi ini, beberapa mahasiswa berkumpul disini. Mendengarkan sepertiku, juga ikut berteriak-teriak seperti Gadis. Suasana panas, selain cuaca juga suasana. Entah apakah ini benar-benar semangat atau tak ubahnya seperti berita-berita politik di televisi, “sebuah ambisi”. Namun seperti janjiku, bahwa kalimat tidak tahu akan selalu ku unggulkan dari pada aku harus melukai beberapa orang dengan persepsiku.

Lelaki itupun turun dari podium sambil tidak henti-hentinya terus mengepalkan tangan kiri dan berteriak-teriak, hidup mahasiswa!!! Hidup mahasiswa!!!. Lalu di ikuti oleh puluhan mahasiswa lainnya, tidak terkecuali Gadis. Setelah itu, lalu tepuk tangan menggelegar, semua, yah semuanya bertepuk tangan kecuali aku.

“ayo Nin” gadis menarik tanganku mendekati lelaki yang baru saja turun dari podium, dari kejauhan Gadis sudah melambaikan tangannya sambil memanggil-manggil nama mahasiswa gondrong itu, aku mengekor saja dibelakang Gadis. Beberapa kali Gadis berhenti dan menyalami mahasiswa lain yang lagi berkerumunan dan kembali melangkah masih dengan menggandeng tanganku.

“hai Dis” sapa Yoga, lalu bersalaman dengan Gadis.

Mereka mulai mengobrol dengan basa-basi saling memuji, lalu Gadis memperkenalkanku pada Yoga.

“oh ya kenalin, ini Nindia” ucap Gadis pada Yoga. Aku pun mengulurkan tangan sembari mengulang namaku,lalu sedikit tersenyum.


Setelah itu kami bertiga berjalan ke belakang panggung dan melanjutkan obrolan disana. Sebenarnya lebih tepatnya Gadis dan Yoga, aku hanya mengekor saja dari tadi, kadang-kadang tersenyum lalu kembali diam mengamati. Dan siapa sangka, aku mahasiswi yang dikampus kerjanya cuma bolak-balik kok-kampus kini sedang duduk dengan salah satu calon presiden mahasiswa dikampus ini. Sejenak ada rasa bangga, namun sejenak muncul prasangka. Ah, dasar prasangka selalu saja tidak membiarkanku menjadi orang yang berpikiran positif terhadap orang orang lain. Entahlah.

Namun yang jelas kebosanan mulai menjalar ke seluruh tubuh, akhirnya aku berdiri dan pamit ke kamar mandi pada Gadis. Ia hanya berpesan jangan lama-lama, lalu aku menyelonong pergi. Sesampainya di kamar mandi aku hanya sedikit membasahi muka, berkaca sebentar sekedar membuang bosan lalu kembali pada Gadis dan Yoga dibelakang podium.

Dan nampaknya suasan kampus mulai sepi, hanya tinggal beberapa mahasiswa saja yang tampak di depan podium. Beberapa saling berkelompok, nampaknya obrolan mereka sangat serius. Seperti Gadis dan Yoga dari tadi yang sampai membuatku bosan. Dan sampai saat ini seelah aku dari kamar mandi, keduanya juga masih terlihat sangat serius. Sampai-sampai kedatanganku tidak mereka sadari. Diam-diam aku penasaran juga dengan pembicaraan mereka, lalu aku sedikit mengendap pelan. Berusaha meniadakan suara lalu duduk dibelakang mereka.

“ingat Dis, ini rahasia kita. Hanya aku dan kamu, kalau aku sampai menang, jangankan Cuma laptop sepeda motor juga aku belikan buatmu”.

Aku berhenti penasaran, aku berdiri dan pergi. Tidak habis pikir, Gadis adalah sahabatku. Cewek dengan penampilan jaket dan celana belel, cewek dengan semangat luar biasa ketika sedang memimpin aksi demonstrasi. Yah, demonstrasi yang katanya membela kepentingan kita yaitu kepentingan mahasiswa. Namun ternyata, ah betapa ini yang dimaksud proses pembelajaran berdemokrasi itu. AKU BENCI, AKU BERHENTI MENJADI SAHABATMU. Aku berlari dan menyibakan tangan Gadis saat berusaha menahanku, berlari dan berlari. Tentu saja, aku menangis hebat, tanpa lupa aku juga mengutuk. SEMUANYA.
 

 

0 komentar:

Post a Comment