Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

16 September 2014

Di Negeri Absurd, Sebuah Surat Untuk Manusia Bumi

Untuk kalian, makhluk Bumi.

Senja mulai bergelantungan di langit barat, beberapa anak manusia sudah tidak sabar menanti berakhirnya jam kerja ataupun kuliah. Wajah mereka penuh harap, sebab ada penantian keluarga dirumah yang barangkali sangat polos. Namun disini, disebuah negeri absurd logika waktu tidaklah berlaku. Hampir semua makhluknya merupakan sang penakluk, entah kekuatan seperti apa yang dimiliki makhluk-makhluk itu. Namun logika waktu yang dijalani makhluk bumi sebagai siang disini tidak ada. Bagaimana mungkin, sementara di berbagai belahan bumi siang merupakan pusat kendali aktifitas.

Sementara disini, di negeri absurd saat itu justru saat dimana mata tertutup rapat. Tak ada fajar, mentari, bahkan nyawa. Semua makhluk akan mengalami kematian sesaat begitu malam berangsur menyudahi kisahnya. Subuh seolah anak tiri dari bumi dan langit yang tidak pernah mendapat perhatian dari makhluk-makhluk di negeri absurd ini. Meskipun hanya sekedar menyapa, kalaupun ada kalimat sapa itu hanya sesekali saja. Setelah itu, semua kembali seperti biasa. Subuh akan selalu dilupa dan menjadi anak tiri.

Sementara itu, senja nampaknya mulai lelah memamerkan kemolekan yang ia punya pada makhluk bumi. Karena sebenarnya senja juga tidak jauh berbeda dengan subuh, ia juga sangat ingin bisa mencuri sedikit perhatian dari makhluk di negeri absurd dengan kemolekannya. Namun sayangnya, penghuni negeri absurd lebih tergoda pada kegelapan malam daripada dengan keseksian senja dan tulusnya fajar. Begitu berulang beberapa kali, namun senja dan subuh kembali gagal menggoda perhatian makhluk di negeri absurd.

Ah, malam akan selalu lebih menggoda bagi makhluk penghuni negeri absurd. Gadis-gadis joker yang di tawarkan begitu seksi nampaknya, juga basah cangkir yang selalu menggoda untuk mencicip dengan kecupan. Belum lagi penari latar yang dibalut dengan bebauan tembakau khas pegunungan. Semua itu, semua isi malam membuat penghuni negeri absurd begitu cuek pada senja dan subuh. Dan logika waktu di negeri absurd jelas tidak seperti yang terjadi di bumi.

Semua serba kebalikan, semua seolah bertolak belakang. Siang merupakan saat yang tepat untuk terpejam hingga senja selesai memamerkan kemolekan, setelah itu barulah segala mayat-mayat akan bangkit meraih sesuatu yang dianggap kehidupan. Mereka, makhluk di negeri absurd akan mengumpulkan puing-puing kehidupan makhluk bumi untuk di susun ulang menjadi kehidupan yang lain. Negeri absurd, dengan penghuni yang hampir selalu bersikap cuek pada kemolekan senja. Negeri absurd, dengan penghuni yang hampir sesalu acuh pada ketulusan yang ditawarkan subuh.

Kawan, siapapun engkau yang membaca surat ini, aku harap kalian makhluk bumi yang mengamini logika waktu. Surat ini aku menulisnya untuk kalian, kalian yang tidak membuat senja dan subuh berlalu dengan penuh kekecewaan. Untuk kalian yang selalu ramah pada senja dan subuh melalui bukti potret yang kalian figura di pojok kamar. Untuk kalian, siapapun penghuni bumi yang mengagumi banyak hal tanpa kecuali. Untuk kalian, makhluk bumi yang tidak mendiskriminasikan siang dan malam, juga senja dan fajar. Bukankah kesemuanya itu indah menurut kalian? Bukankah kesemuanya layak untuk dikagumi menurut kalian? Tapi tidak disini kawan, disini kesemuanya itu tidak ada.

Ah, lebih tepatnya di tiadakan dengan berbagai dalih yang pasti jika kalian dengar akan mengamini juga. Sebab disini, penghuni negeri absurd bukanlah orang-orang yang bodoh. Terlalu pintar bahkan. Bagaimana tidak terlalu pintar ku katakan, apakah di negeri kalian ada yang mampu mengubah logika waktu seperti yang dilakukan penghuni negeri absurd? Sangat minim saya kira, kalaupun ada kalian boleh untuk menaruh curiga. Kalau-kalau dia itu sebenarnya adalah penghuni negeri absurd yang kabur dengan membobol pintu langit. Atau barangkali dengan memanjat tembok pembatas ruang kesadaran. Maka berhati-hatilah dengan makhluk yang demikian itu, makhluk yang selalu cuek dan acuh pada senja dan subuh.

Salam dariku di balik tembok kesadaran dan pintu langit, Negeri Absurd.



Tertanda:
Makhluk Negeri Absurd

0 komentar:

Post a Comment