Untuk kalian,
makhluk Bumi.
Senja mulai
bergelantungan di langit barat, beberapa anak manusia sudah tidak sabar menanti
berakhirnya jam kerja ataupun kuliah. Wajah mereka penuh harap, sebab ada
penantian keluarga dirumah yang barangkali sangat polos. Namun disini, disebuah
negeri absurd logika waktu tidaklah berlaku. Hampir semua makhluknya merupakan
sang penakluk, entah kekuatan seperti apa yang dimiliki makhluk-makhluk itu.
Namun logika waktu yang dijalani makhluk bumi sebagai siang disini tidak ada.
Bagaimana mungkin, sementara di berbagai belahan bumi siang merupakan pusat
kendali aktifitas.
Sementara disini, di negeri absurd saat itu justru saat
dimana mata tertutup rapat. Tak ada fajar, mentari, bahkan nyawa. Semua makhluk
akan mengalami kematian sesaat begitu malam berangsur menyudahi kisahnya. Subuh
seolah anak tiri dari bumi dan langit yang tidak pernah mendapat perhatian dari
makhluk-makhluk di negeri absurd ini. Meskipun hanya sekedar menyapa, kalaupun
ada kalimat sapa itu hanya sesekali saja. Setelah itu, semua kembali seperti
biasa. Subuh akan selalu dilupa dan menjadi anak tiri.
Sementara itu,
senja nampaknya mulai lelah memamerkan kemolekan yang ia punya pada makhluk
bumi. Karena sebenarnya senja juga tidak jauh berbeda dengan subuh, ia juga
sangat ingin bisa mencuri sedikit perhatian dari makhluk di negeri absurd
dengan kemolekannya. Namun sayangnya, penghuni negeri absurd lebih tergoda pada
kegelapan malam daripada dengan keseksian senja dan tulusnya fajar. Begitu
berulang beberapa kali, namun senja dan subuh kembali gagal menggoda perhatian
makhluk di negeri absurd.
Ah, malam akan
selalu lebih menggoda bagi makhluk penghuni negeri absurd. Gadis-gadis joker
yang di tawarkan begitu seksi nampaknya, juga basah cangkir yang selalu
menggoda untuk mencicip dengan kecupan. Belum lagi penari latar yang dibalut
dengan bebauan tembakau khas pegunungan. Semua itu, semua isi malam membuat
penghuni negeri absurd begitu cuek pada senja dan subuh. Dan logika waktu di
negeri absurd jelas tidak seperti yang terjadi di bumi.
Semua serba kebalikan,
semua seolah bertolak belakang. Siang merupakan saat yang tepat untuk terpejam
hingga senja selesai memamerkan kemolekan, setelah itu barulah segala
mayat-mayat akan bangkit meraih sesuatu yang dianggap kehidupan. Mereka,
makhluk di negeri absurd akan mengumpulkan puing-puing kehidupan makhluk bumi
untuk di susun ulang menjadi kehidupan yang lain. Negeri absurd, dengan
penghuni yang hampir selalu bersikap cuek pada kemolekan senja. Negeri absurd,
dengan penghuni yang hampir sesalu acuh pada ketulusan yang ditawarkan subuh.
Kawan, siapapun
engkau yang membaca surat ini, aku harap kalian makhluk bumi yang mengamini
logika waktu. Surat ini aku menulisnya untuk kalian, kalian yang tidak membuat
senja dan subuh berlalu dengan penuh kekecewaan. Untuk kalian yang selalu ramah
pada senja dan subuh melalui bukti potret yang kalian figura di pojok kamar.
Untuk kalian, siapapun penghuni bumi yang mengagumi banyak hal tanpa kecuali.
Untuk kalian, makhluk bumi yang tidak mendiskriminasikan siang dan malam, juga senja
dan fajar. Bukankah kesemuanya itu indah menurut kalian? Bukankah kesemuanya
layak untuk dikagumi menurut kalian? Tapi tidak disini kawan, disini kesemuanya
itu tidak ada.
Ah, lebih tepatnya di tiadakan dengan berbagai dalih yang pasti
jika kalian dengar akan mengamini juga. Sebab disini, penghuni negeri absurd
bukanlah orang-orang yang bodoh. Terlalu pintar bahkan. Bagaimana tidak terlalu
pintar ku katakan, apakah di negeri kalian ada yang mampu mengubah logika waktu
seperti yang dilakukan penghuni negeri absurd? Sangat minim saya kira, kalaupun
ada kalian boleh untuk menaruh curiga. Kalau-kalau dia itu sebenarnya adalah
penghuni negeri absurd yang kabur dengan membobol pintu langit. Atau barangkali
dengan memanjat tembok pembatas ruang kesadaran. Maka berhati-hatilah dengan
makhluk yang demikian itu, makhluk yang selalu cuek dan acuh pada senja dan
subuh.
Salam dariku di
balik tembok kesadaran dan pintu langit, Negeri Absurd.
Tertanda:
Makhluk Negeri
Absurd
0 komentar:
Post a Comment