Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

27 April 2013

Kisah Negri Yang Lucu



[menulis]Dalam deru nafas yang memburu, menerkam setiap dinding kehidupan menuju peti mati dengan tanda batu nisan. Selayaknya kematian yang tak terelakan keberadanya, sebuah kisah memukau para pujangga, sebuah legenda yang memilukan dengan iringan air mata kemenagan. Tidak ada semua itu, dan lebih tepatnya bukan itu yang bercerita kini, kebingungan serta kegelisahan seakan terus menyapa dan menyapa. Masing-masing dengan nada serta intonasi berbeda dengan yang biasa disebut ketenangan. Sangat jauh dari itu semua, bahkan sebuah kisah tersayat akibat kisah kehidupan yang miris.


Banyak bocah melintang tanpa alas kaki, disampinngnya melangkah dengan angkuh sepatu mahalnya. Banyak orang tua merintih menahan lapar, sedang diujung jalan para ibu sibuk dengan arisan serta tawa penuh kesinisan. Banyak seorang ayah yang melalang buana dengan bekal keranjang serta besi penjempit mencari nafkah diantara tumpukan sampah, namun diatas sana semua sibuk saling melempar tanggung jawab dan spekulasi wilayah kekuasaan partai. Ketentraman dalam kehidupan bersama mungkin saat ini menjadi hal yang kosong, bulshit!! Keberadaan dalam lahan sendiri, namun seolah menghirup nafas diantara racun serta kubangan neraka.

Dalam setiap sudut kota dilumuri dengan pertikaian sengketa tanah, pertikaian antar kelompok yang tidak jelas asal-usulnya. Siapa yang benar?siapa yang salah?tidak ada yang tahu. Semua mengaku benar, semua mengaku tidak bersalah, dan semua mengaku memiliki hak. Yang jelas disini kisah itu nyata, disebuah negeri yang lucu. Negri yang berkoar ketentraman, namun lebih baik itu disimpan dalam imajinasi masing-masing pelaku. Kritikan yang terbangun dari sudut lapar hanya dianggap bualan tidak berguna, dan ujung-ujungnya sang pengkritik adalah seorang pidana. Hukum??dia telah mati dalam kebekuan, dan berdebu diantara rak-rak pegadaian. Sungguh negri yang ironis lucu, penuh impian yang tinggi namun kenyataan berkata lain. Kata lapar, dianggap nyanyian merdu yang memuaskan, bagi mereka yang sibuk dengan masalah undang-undang. Selalu penataan dan penataan, selalu system birokrasi yang menjengkelkan. Berbelit-belit, ribet, bahkan membuat orang bertemu dan bersanding dengan batu nisan dengan tertuliskan namanya.

Jika seorang yang hidup pun mengalami penggusuran, dan tentu itu akan mengalami perlawanan atas korban yang tergusur. Namun bagaimana dengan penggusuran orang-orang yang sudah beristirahat dibalik nisan?apa mereka akan melawan, jika iya bagaimana caranya. Sungguh lucu teman, dan sangat ironis. Bahkan kehidupan manusia dibalik nisanpun masih saja diusik untuk kepentingan perluasan kekuasaan.
Layak kiranya jika kebosanan itu terlahir, dan kehidupan ini khususnya dalam negeri ini, kaya memang dengan sumber daya alam. Namun miskin, sangat miskin dengan kejujuran berkehidupan bersama. Sungguh ironis nasibmu negri, negri yang mengkhayal sebuah ketentraman, negri yang berkoar berpri kemanusiaan, negri yang katanya menjunjung tinggi asas keadilan.


Membiarkan orang-orang mati hanya karena lapar, menggusur peristirahatan dibalik nisan, apakah itu wujud berpri kemanusiaan?perut para pejabat yang terus membuncit akibat perampasan hak orang banyak, apakah itu wujud keadilan dari sebuah negeri hukum? Lucu sekali negri ini, ironis. Penjajahan dengan pola baru yang lebih modern, tanpa membuat orang-orang merasa sedang dijajah, nampaknya memang cukup pesat perkembangannya. Bahkan para petinggi sendiri justru ikut menggerogoti nadi-nadi bumi yang subur ini.


Saat tangisan membanjiri berbagai wilayah akibat bencana, lagi-lagi penyaluran para dermawan yang tersentuh untuk membantu nampaknya justru menjadi lahan garapan yang empuk untuk mengalirkannya pada perut sendiri. Sekali turun, juga karena kepentingan perluasan wilayah perpolitikan. Ah...negri yang cukup lucu jika kebenarannya demikian itu, SEMOGA tak terjadi pada negri ku ini. Kehidupan bersama, yang katanya menjadi penopang awal bangunan dasar manusia hidup mulai terkikis. Hanya kepentingan-kepentingan pribadi individu atau suatu kelompok dalam memajukan kekayaan pribadi serta membuncitkan perut.

Tangis mereka menjadi lahan garapan empuk, tangis mereka diajadikan lahan kampanye yang menjajikan. Sungguh aneh bin ajaib, tapi itu nyata dalam kisah negri yang lucu ini. Dimana saat orang-orang saling berhimpitan demi secangkir beras, mereka yang memiliki kewenangan malah asyik dengan persengkongkolan si penyebab miskin. Dan bersembunyi dibalik jas munafiknya dengan tawa penuh keagkuhan. Lagi-lagi inilah sebuah kisah negri yang lucu, dan semoga Tuhan memberikan ampunan dengan ganjaran yang setimpal atas penyalah gunaan itu semua.

Dan inilah, sebuah kisah negri yang lucu. Kisah negriku, bagaimana dengan negrimu kawan??

4 comments:

  1. Artikel yang bagus mas,
    Salam Kenal !

    ReplyDelete
  2. ya bang,,,terimakasih sudah mampir...

    masih belajar menulis ini bang..salam kenal juga... :D

    ReplyDelete
  3. salam kenal, mampir ke blog aku yuk. baca tulisan terbaru aku yg ini. sama-sama belajar kita :)
    http://fahriaagustin.blogspot.com/2013/05/saatnya-total-action.html

    ReplyDelete
  4. oke...salam kenal juga...

    yups, belajar bersama-sama sambil sama-sama belajar... :D

    ReplyDelete