Belajar Menulis, dokumentasi pemikiran perjalanan hidup.

26 April 2013

Kampusku, Mahasiswanya Tukang Demo

[Menulis]. Yogyakarta, selain terkenal dengan kota wisata daerah ini juga terkenal dengan kota pelajar. Pasalnya dalam kota dengan semboyan berhati nyaman ini terdapat ribuan remaja penimba ilmu dari berbagai latar belakang.

Bahkan, hampir ada dari setiap perwakilan masing-masing daerah di Indonesia. Kota yang terkenal dengan nasi gudegnya ini memang mendapat pengakuan dari masyarakat luas tentang sektor pendidikannya. Ada banyak perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang beragam.

Salah satu perguruan tinggi yang cukup familiar dikota istimewa ini adalah UIN. Sebuah perguruan tinggi yang berlandaskan agama dalam pengembangan intelektual mahasiswanya. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga disebut-sebut sebagai perguruan tinggi dengan biaya murah atau bahkan ada yang menyebutnya sebagai kampus termurah namun bukan murahan.

Sebab, sejak sebelum berevolusi dari IAIN menjadi UIN seperti sekarang biayanya tidak sampai satu juta. Kampus tersebut juga terkenal sebagai kampus putih. Kampus yang kerap kali berani dalam mengkritisi kebijakan, baik dalam skup kampus maupun nasional. Realita tersebut bahkan berkembang, diranah masyarakat luas misalnya. Kampus ini dikenal sebagai kampus yang mahasiswanya tukang demo.

Sementara, paradigma berfikir masyarakat mengenai tukang demo identik dengan hal-hal negatif. Seperti biang kerok, perusuh, perusak dan lain sebagainya.

Mahasiswa sejatinya merupakan kelompok para manusia yang bisa jadi lebih beruntung. Sebab, mereka dinilai lebih banyak memiliki waktu luang untuk mengasah kemampuan. Seperti pengertian kata sekolah versi yunani yang berarti waktu luang.

Paradigma masyarakat yang demikian tentu memiliki nilai negatif. Selain, hal itu dapat menurunkan citra kampus juga dapat berdampak pada psikis mahasiswanya. Dengan asumsi tersebut, membuat sebagian mahasiswanya kadang merasa tak percaya diri dengan kampusnya sendiri.

Namun demikian, nampaknya anggapan masyarakat yang terkesan memojokan tersebut bukanlah sebuah aib. Sebaliknya, hal tersebut merupakan point plus tersendiri, khususnya dalam pandangan organisasi perlawanan itu sendiri.

Pasalnya, belakangan gerakan mahasiswa diwacanakan mengalami kemandulan atau dalam bahasa lain tengah mengalami degradasi perjuangan. Sementara dalam analisa, Yogyakarta disebut-sebut sebagai tolak ukur pergerakan, dalam hal ini melingkupi UGM dan UIN. Maka, menjadi hal yang membanggakan ketika dalam kedua Universitas tersebut pergerakan masih cukup masif. Dengan begitu, pergerakan dalam tingkat nasional masih memiliki daya tawar dalam konsistensi perjuangan.

Semoga gerakan mahasiswa merupakan gerakan murni yang memang berpihak pada kebenaran. Bukan hanya sebagai ajang narsis eksistensi diri atau kelompok tertentu. Perjuangan memang suatu hal yang wajib adanya, sebab perubahan ke arah lebih baik merupakan sesuatu hal yang harus di imani dalam diri setiap insan.

6 comments:

  1. Kemaren aku iseng menghub nakanya rektor salahsatu universitas di Jogja dan menanyakan kabar bapaknya.
    Dia jawab Bapak lagi pusing mikerke mahasiwa pada demo bae.

    ReplyDelete
  2. heee kakange, sugeng ndalu kang.

    he iya kang nah koh, pada begitu terus...

    ReplyDelete
  3. hehe iya sob...terimakasih telah mampir.

    gak kaya UIN yak?? :D

    ReplyDelete
  4. wah-wah....kritikus abis ne lama-lama blognya. :D

    ReplyDelete
  5. gendux: hehee gak begitu juga mbak..

    ReplyDelete
  6. bang babol, terimakasih telah mampir.
    iya bang, aspirasi memang harus selalu disuarakan..yang penting sesuai mekanisme..hee

    ReplyDelete